Alexandro masih terbaring lemah di ranjang UKS. Pikirannya melayang, teringat kembali pada kejadian pagi tadi. Arkan Stevanno Orlando. Nama itu kini teras
m ramah, berlari masuk dengan napas terengah-engah. Itu Reihan, sahabat karib Arabella sejak masa orientasi kampus. Reiha
k dan memeluk Arabella erat-erat, seolah takut akan kehilangan sahabatnya. "Kamu kenapa? Kenapa bisa pingsan begini? Aku dengar dari tem
asa sedikit lega di tengah badai masalahnya. "Rei, jangan lebay. Aku baik-baik saja," katanya pelan, sedikit terbatuk
kali aku bilang? Jangan pernah telat makan! Kamu itu punya maag, Bella! Kenapa selalu bandel, sih?" Reihan mulai mengomel, nadanya persis se
an, siapa sangka sih dosen itu sekejam itu? Gila, lari tiga puluh kali itu namanya
a lebih melembut. Ia mengusap rambut Arabella lembut. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Yang penting kamu
Arabella, mencoba menenangkan Reihan. "Kamu jan
sakit kalau telat makan." Ia menggenggam tangan Arabella, mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. "P
n. Setidaknya, ada satu orang yang peduli padanya tanpa s
pintu, matanya yang dingin menyapu pandangan, lalu terpaku pada pemandangan di depannya. Reihan dan Arabella, tangan mereka bertautan, Reihan yang membungkuk di
gan UKS. Nadanya rendah, namun penuh ot
akan panas menjalar di pipinya. Sial, Arkan pasti melihatnya. Ia mendongak, menatap Arkan dengan t
k sopan bagi seorang mahasiswa kepada dosennya. "Saya bisa pulang sendiri. Lag
tak terbantahkan. "Tidak," katanya datar. "Kau masih lemah. Aku tidak ingin m
ana Arabella membenci Arkan setelah kejadian pagi tadi. "Maaf, Pak," kata Reihan dengan sopan namu
ancar dari Arkan terasa menusuk. "Aku tidak sedang meminta persetujuanmu," kata Arkan dengan nada mengancam yang samar.
g wajahnya kini memerah padam karena marah dan malu. Ia ingin membela Arabella, namun ia
an mencoba me
na. Ia tidak ingin Reihan terlibat masalah dengannya. "Sudah, tidak apa-apa."
ti, ia melirik Arkan dengan tatapan tidak suka, lalu menatap Arabella penuh kekhawatiran
menganggu
pria itu dengan tatapan tajam, namun Arkan tidak bergeming. Begitu pintu tertutup,
ing memunggungi dirinya, seolah menghindari kontak mata. "Kenapa kau membantah?" tanya Ark
kannya Bapak sudah bilang kejadian semalam adalah rahasia? Kenapa Bapak malah menghukum say
adalah dosenmu. Di luar itu..." Arkan tidak menyelesaikan kalimatnya. "Dan hukuman itu memang pantas ka
. "Bapak sengaja, kan?! Bapak s
rabella. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan sebagai seorang dosen
ulang Arabella, kukuh. "Saya
tidak akan membuang waktuku hanya untuk berdebat denganmu." Nada suaranya kini sedi
tahu ia tidak akan bisa menang melawan pria ini. Ia menghela napas, menyerah.
definisikan. Arkan meraih lengannya, menopang tubuh Arabella saat mereka berjalan keluar dari UKS. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, tidak a
g pintu. Sopir itu membukakan pintu untuk mereka. Arkan membantu Arabella masuk ke dalam mobil, lalu ia sendiri d
ela, memandangi hiruk pikuk jalanan Jakarta, mencoba mengenyahkan pikiran tentang pria di sebelahnya. Ada ribuan pertanyaan yang ingin ia lontarkan, namun ia me
tiba-tiba muncul di UKS, ekspresinya saat melihat Reihan, dan tekadnya untuk mengantarkan Arabella pulang-semuanya terasa lebih dari
enuju kosnya, Arabella segera bersiap turun. "Terim
kan tiba-tiba, suaranya sedik
ainkan ada sedikit kekhawatiran yang tersirat. Arabella hanya mengangguk pelan, lalu segera turun d
ang. Malam itu, ia tidak hanya membawa pulang uang lima puluh juta, tetapi juga beban pikiran yang jauh lebih berat. Pertemuan dengan Arkan St