dalam kepalanya, badai berputar tanpa henti. Selama seminggu terakhir, ia terus memerhatikan Nayla-setiap gerak-geriknya, setiap ekspresi yang muncul di w
an dari sekretaris pribadinya, mengingatkan soal rapat dengan investor esok pagi. Rafka menghela napas berat. Fokusnya
cerita Nayla, dengan senyum yang terlalu santai, tatapan yang terlalu lama menemp
gan punggung membungkuk dan siku bertumpu di lutut. Ia men
kehilangan dia,
-
ya pelan sambil bersenandung kecil. Wajahnya tampak tenang, tapi sesekali b
.. atau
spontan berhenti menyisir dan meraih ponsel itu. N
sore? Tem
menatap layar beberapa
a seperti
gaun santai yang ia tahu Rafka suka. Ia sadar Rafka semakin mencurigainya. Ia bisa mer
a harus semakin cerm
-
ru pucat, Rafka baru saja naik dari ruang kerja. Matanya langsung
alam ini," ucap Rafka, suaranya
, pura-pura kik
a. "Aku serius. Kita jarang makan malam berdua akhir-ak
-pura terkejut tapi bahag
taman belakang. Aku sudah suruh st
uatnya jatuh cinta lagi seperti dulu. Tapi yang Nayla rasakan justru semacam ketidaknyamanan
enyum. "Boleh juga. Sudah l
-
an kolam. Meja bundar diletakkan di bawah kanopi, dihiasi mawar merah segar. Udara malam yang
um tipis. Sepanjang makan malam, ia terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan ringan-tentang pekerja
g tenang, Nayla bisa merasakan s
ering keluar lebih lama sepula
Rafka sambil tersenyum tipis. "Oh, itu cuma urusan proyek. Kam
yek
yla cepat. "Kami harus kerja lembur,
erlahan. "Siapa sa
api bagi Nayla, nadanya seperti pisau tipis yang menyu
berapa anak baru..
k berkedip
santai. "Dia cukup berb
mm
nya balik tentang bisnis Rafka. Ia tertawa di saat yang tepat, menyentuh tangan Rafka
adanya, jantungn
-
m tidur. Ia duduk di kursi pojok kamar, memperhati
lus, terlalu tenang. Dan semakin ia memandang, semakin ia yakin
buka kontak, lalu menekan nama sa
sambungan tersambung. "Namanya Radya. Cari semua tentang dia. Latar b
," jawab A
ri perlahan. Ia berjalan ke balkon kamar, berdiri di sana sel
ih. Ia tahu itu. Tapi ia jug
-
at bersama Radya, menyusun rencana presentasi baru. Mereka duduk cukup dekat, bahu mereka beberapa kali bersentuhan secara tidak sen
kan?" tanya Radya saat
ang lebih awal malam ini," bala
ti. Tapi hati-hati. Rafka kel
, mata membulat. "K
eorang yang sedang mencoba memecahkan teka-teki. Dan aku tahu, or
erinding. Ia hanya bisa mengangguk pe
-
arkir agak jauh dari gedung kantor Nayla. Ia telah ada di sa
merasakan darahnya berdesir. Mereka tidak bersentuhan, tapi ada sesuat
engepal di
Rafka tetap duduk di sana selama beberap
rim pesan sin
h semua data tentang
-
g, Rafka menyambutnya di rua
?" tan
ab Nayla, mele
u ingin kita pergi liburan. Ha
ra-pura antusias. "Libu
tu. Tanpa gangguan," kata Rafka
. "Baiklah... aku a
" bisik
ng memulihkan hubungan mereka. Itu tentang mengisol
-
, namun di balik itu ia mengamati setiap langkah Nayla dengan cermat. Nayla, di sisi lain, se
in tebal, seperti benang halus yang dit
it yang perlahan-lahan mulai membongkar latar belakang Radya. Sementara Nayla semakin sering berboh
-
berbunyi di atas meja rias. Rafka yang sedang di kamar
hanya sa
rindu
u. Dunia seolah memb
n, sesuatu di dal
-
i ponsel Nayla persis seperti semula, lalu duduk di
tnya basah dan wajahnya se
an cantik," k
cil. "Kamu bilang
a itu
u yang Nayla belum sempat baca-api kecil yang perla
nya, Nayla merasa merinding hanya
dak tidur. Sudah tiga malam berturut-turut ia hanya duduk di sana, menatap
ra Nayla menyisir rambutnya lebih lama, caranya tertawa sendiri saat menatap layar ponsel, dan yang paling mengganggu: e
ung berapi yang siap meledak. Ia sudah mencoba menjadi romantis, mencoba membuat
ak cukup membuat Nayla jujur, maka
an lebih rapi dari biasanya, mengenakan blus putih dan celana panjan
pelan, berusaha menyembunyik
ersenyum. "Makasih. Cuma ma
aku a
h, aku bis
da Rafka. Ia menahan senyum dan h
an-bukan mobil pribadinya yang biasa digunakan agar tidak mencolok. Ia menunggu sekita
ertama kalinya ia menguntit seseorang... pe
kadang berpura-pura berbicara di ponsel jika mereka berhenti di lampu merah yang sama. I
ti yang ia katakan-jantung Rafka berdetak keras. Ia memarkirkan mobilnya be
la duduk di meja pojok. Beberapa menit
bingkai nyata membuat dada
kan tubuhnya sedikit ke depan, matanya bersinar. Itu adalah tatapan yang sudah
. Ia menahan diri agar tidak masuk b
n diam-diam memotret dari balik kaca, meski
kelegaan. Bersama Radya, ia merasa bisa bernapas. Tidak ada tatapan penuh p
h," ujar Radya sambi
uma... jenuh. Rasanya rumah
gannya di atas meja. "Kapan pun kam
nitikkan air mata. Ia menatap Rady
l, sementara di luar, Rafka menatap mereka seperti see
u di rumah. Ia duduk di ruang tamu, tampak santai denga
pa Nayla s
datar. "Rambutmu k
anya tertawa kecil. "Styli
gguk tanpa s
ing. Ia merasa seperti ada dua orang di dalam dirinya kini: satu yang masih ingin menci
sel Nayla yang sedang diisi daya di meja rias, lalu melangkah ke kamar mandi. Ia men
pa kali pola gerakan jari Nayla saat membuka pons
nya menghenta
aplikasi media sosial, ia menemukan pesan-pesan yang sudah d
re? Tempa
seperti se
eksplisit, tapi cukup untuk meny
ke tempatnya. Tapi malam itu ia tidak tidur. Ia duduk di sudut kamar, menatap Na
rikutnya men
tiap kali Nayla keluar rumah, ia menyusul diam-diam-menggunakan mobil
ya: jam berapa Nayla keluar, berapa lama, tempat
nelan diriny
cerita, tapi mulai ada sentuhan-sentuhan kecil-jari yang bersentuhan saat memberikan c
a yang sepi. Angin sore menggoyangkan rambut
Nayla pelan, "tapi bersama
a melengkung. "Lalu ken
m ia sempat menahan diri, Ra
mera kecil di tangannya merekam semuanya, dan untu
an ke dadanya. Ia tidak marah-belum. Yang ad
hampaan itu, api
. Ia memperbesar gambar, memperlambatnya, memutar ulang... lal
ergetar. Ma
bisiknya pada bayangan sendiri di kaca. "Aku
tapi nadanya p
dar rasa ingin tahu, bukan sekadar cinta yang terluka... tapi hasrat untuk memi

GOOGLE PLAY