nya menyentuh ubin seirama dengan degup jantungnya yang belum sepenuhnya tenang. Di tangannya
perlahan, sep
aja terjadi di ruangan itu. Namun kepalany
ju tangga, dia sempat ber
ya pantulan samar dirinya di kaca jendela kecil pintu kayu itu. Sekilas, dia
nya tempat
anya asal
i luar atau keluarga' i
ang. Matanya masih tertu
a. Dingin, tegas, tapi ada satu garis samar di wajahnya yang tak bisa Aruna abaikan. Kesal.
mbuatnya m
m sampai lima meter, dia berhenti lagi. Matanya kembal
adahal gue nggak pernah
buka laptop, sebagian lain sibuk menunggu pesanan. Di pojok dekat jendela, Dewi
muncul dari arah tang
, lo ngilang kayak ditelan lantai dua. Gue k
rlahan. Dia menaruh tas di pangkuan dan
oal tugas kemarin
snya, tak puas. "Yakin banget tuh? Soalnya k
ya terdengar hambar. "Lebay. Ma
is nemu rahasia negara." Dewi menyipitkan matanya, berusaha membaca
. Kan gue bukan tipe mahasiswa yang gampang dikenal do
tadi... Lo dua kali disebut namanya. Terus dipanggil pu
umnya lebih erat dari yang perlu. Dewi bersanda
ue. Jangan marah. Tapi... bisa jadi s
menole
eh-aneh, Ngawur aja."
gak heboh, nggak ngefans buta. Bisa jadi itu bikin L
a "Gue nggak minat urusan
tkan kening.
alu banyak sorotan. Dia tuh... d
at serius, seperti sedang bicara da
ikirin, dan gue juga nggak peduli. Yang jelas, gue cum
tak jadi heboh. Tapi masih menyimpa
ecil. "Tapi kalo suatu hari nanti lo tiba-tiba jadi headl
tu. Gue put
langsung beringsut,
sudah mulai berubah warna. Dan hatinya pun, mulai diselimuti kabut s
ia tidak bisa berkata jujur bahkan pada Dewi, karena Aru

GOOGLE PLAY