"Kau ada waktu? Aku butuh bicara."
Suara Valerie terdengar mendesak, seolah ada sesuatu yang sangat penting.
"Selalu ada waktu untukmu," jawab Lana, meski pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran tentang tagihan yang belum terbayar.
Mereka bertemu di sebuah kafe mewah yang sering dikunjungi Valerie. Lana merasa sedikit canggung, sadar bahwa dirinya tidak cocok di tempat seperti ini dengan pakaian sederhana dan tas usang yang mulai mengelupas.
Valerie, di sisi lain, tampak sempurna seperti biasa. Gaun mahal membalut tubuhnya, rambutnya tertata rapi, dan wajahnya bersinar tanpa cela. Meski mereka berteman sejak lama, dunia mereka sangat berbeda. Valerie berasal dari keluarga kaya, sementara Lana harus berjuang untuk bertahan hidup.
Lana duduk, menunggu sahabatnya berbicara. Valerie menggenggam cangkirnya erat sebelum menghela napas panjang.
"Aku butuh bantuanmu, Lan."
Lana mengangkat alis, menunggu kelanjutannya.
"Aku ingin Ayah membatalkan pernikahannya."
Lana mengerutkan kening. "Val, maksudmu apa?"
"Calon istrinya itu brengsek, Lana! Dia hanya mengincar uang Ayah. Aku tahu itu. Aku sudah menyelidikinya, dia punya banyak hutang, dan aku yakin dia hanya berpura-pura mencintai Ayah untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Aku tidak bisa membiarkan Ayah masuk perangkap ini!"
Lana diam sejenak, mencoba memahami maksud Valerie.
"Jadi... kau ingin aku apa? Membujuk ayahmu?" tanyanya hati-hati.
Valerie menatapnya lekat. Ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Lana gelisah.
"Aku ingin kau menggoda Ayahku, Lana."
Jantung Lana seperti berhenti berdetak.
"Apa?" bisiknya, memastikan ia tidak salah dengar.
"Kau dengar aku. Aku ingin Ayah melihat bahwa wanita itu tidak layak untuknya. Jika dia tergoda oleh wanita lain, dia pasti akan ragu untuk menikah. Dan kau... kau adalah pilihan sempurna untuk itu."
Lana menelan ludah. Ini bukan sekadar permintaan biasa. Ini gila.
"Val, kau tidak serius, kan?"
"Aku sangat serius. Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah, tapi aku akan membayarmu. Kau butuh uang, kan?"
Lana terdiam. Matanya menatap meja di depannya, pikirannya berputar dalam kecepatan penuh.
Valerie tahu titik lemahnya. Ia tahu betapa putus asanya Lana saat ini.
"Kau ingin aku menjual diriku?" tanyanya dengan suara pelan.
"Tidak!" Valerie buru-buru meraih tangannya. "Aku tidak ingin kau tidur dengannya atau semacamnya. Aku hanya ingin kau membuatnya jatuh cinta padamu. Atau setidaknya, cukup tertarik hingga ia melupakan wanita itu. Kau cukup bicara dengannya, buat dia merasa diperhatikan. Itu saja."
Lana tertawa kecil, getir. "Kau pikir itu semudah itu?"
"Ayahku pria kesepian, Lana. Dia sudah lama bercerai dari Ibuku, dan dia pasti haus akan perhatian. Kau hanya perlu memberinya apa yang dia cari. Aku yakin dia akan goyah."
Lana menatap sahabatnya. Ini gila. Ini salah.
Tapi... ini juga satu-satunya jalan keluar dari kesulitannya.
"Aku akan membayarmu seratus juta jika kau berhasil."
Lana terdiam.
"Aku tahu kau butuh uang, Lan. Aku hanya ingin menyelamatkan keluargaku. Kumohon."
Seratus juta. Jumlah yang lebih dari cukup untuk melunasi hutang-hutangnya dan memulai kembali hidupnya.
Namun, harga yang harus dibayar untuk itu... terlalu tinggi.
Lana menutup mata.
"Aku butuh waktu untuk berpikir," akhirnya ia berkata.
Valerie tersenyum kecil. "Aku tahu kau akan mengatakan itu. Aku akan menunggumu, Lana. Tapi jangan terlalu lama, ya?"
Malam itu, Lana menatap langit-langit kamarnya yang sempit. Bayangan wajah Valerie terus terngiang di benaknya, begitu pula tawaran yang nyaris mustahil untuk ditolak.
Jika ia menerima ini, ia bisa terbebas dari semua kesulitan. Ia bisa hidup dengan lebih layak.
Tapi, apakah ia siap menghadapi konsekuensinya?
Lana menghela napas panjang. Ia tak punya pilihan lain.
Dengan tangan gemetar, ia mengetik pesan singkat di ponselnya.
"Aku setuju."
Dan saat itu juga, hidupnya berubah selamanya.