Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Kembalinya Nyonya Bos Setelah Koma
Kembalinya Nyonya Bos Setelah Koma

Kembalinya Nyonya Bos Setelah Koma

5.0
5 Bab
34 Penayangan
Baca Sekarang

Tiga tahun lalu, Evelyn Hart mengalami kecelakaan tragis yang membuatnya terbaring koma. Dunia menganggapnya hilang, termasuk suaminya yang pernah bersumpah setia. Tapi takdir berkata lain-Evelyn terbangun. Saat membuka mata, ia tak menemukan senyum suami atau pelukan anaknya. Yang ada hanyalah kenyataan pahit: rumahnya telah diambil alih, tempat tidurnya dinodai pengkhianatan, dan hatinya terkoyak oleh pria yang dulu ia cintai.

Konten

Bab 1 Kembali Setelah tiga tahun

Cahaya putih menyilaukan menembus kelopak mata yang lama tertutup. Suara mesin berdetak pelan, diiringi bau antiseptik yang menusuk hidung ge . Jari-jari yang kaku perlahan bergerak. Kelopak mata itu akhirnya terbuka-berkedip lambat seperti baru belajar melakukannya.

"Evelyn?" suara pelan seorang perawat terdengar gemetar, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Wanita itu membuka matanya sepenuhnya. Pandangannya buram, lalu mulai fokus. Langit-langit putih, alat medis di sekelilingnya, dan wajah perawat yang menatapnya seperti melihat hantu.

"Di... mana aku?" gumam Evelyn Hart, suaranya serak seperti pasir kering.

Perawat itu langsung berlari keluar ruangan, meneriakkan nama dokter dan menyebut, "Pasien dari ruang ICU 07 sadar! Dia sadar!"

Detik berikutnya, ruangan penuh dengan dokter dan tim medis. Evelyn merasa bingung, panik, dan pusing di saat yang bersamaan. Kabel-kabel menempel di tubuhnya, mesin-mesin berbunyi di sekelilingnya, dan semua mata menatapnya seperti ia baru kembali dari kematian.

Karena itulah kenyataannya.

"Evelyn Hart," ujar seorang dokter, mendekat sambil mengecek pupil matanya, "Anda baru saja sadar dari koma."

"Ko...ma?" Evelyn mengerutkan alisnya, mencoba mengingat. "Kecelakaan... mobil... aku..."

"Benar. Anda mengalami cedera kepala berat dalam kecelakaan mobil tiga tahun lalu," jelas sang dokter dengan tenang. "Anda tidak sadarkan diri sejak itu."

Tiga tahun?

Tubuh Evelyn seketika terasa dingin. Jantungnya berdetak kencang. Dia mencoba duduk, tapi otot-ototnya terasa seperti tak lagi miliknya. Terakhir yang ia ingat adalah menyetir dalam hujan setelah menerima pesan dari suaminya-Damien Blake-yang berkata akan menjemput putri mereka dari sekolah.

"Anak saya... suami saya... di mana mereka?" tanyanya cepat dan merasa cemas.

"Kami sudah menghubungi nomor kontak darurat, tapi... tidak ada yang datang, Nyonya Blake," kata perawat pelan, menunduk.

Perlahan, ketenangan Evelyn digerus oleh perasaan asing. Ia menanti kedatangan Damien. Ia menanti suaminya masuk ke ruangan dengan mata berkaca-kaca, memeluknya erat dan berkata bahwa ia merindukannya setiap hari. Ia menanti putrinya, Chloe, berlari kecil dan memanggil, "Mommy!"

Tapi tak ada siapa-siapa.

---

Beberapa hari kemudian, Evelyn akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Meski tubuhnya masih lemah, ia bersikeras untuk pulang ke rumah. Dokter menyarankan terapi dan pengawasan medis rutin, tapi Evelyn hanya mengangguk sambil menatap kosong ke luar jendela taksi.

Rumah besar di kawasan elit Hillsworth tetap berdiri megah, seakan tak pernah kehilangan pemiliknya. Evelyn berdiri terpaku di depan gerbang, menatap bangunan tiga lantai yang pernah ia isi dengan cinta, kerja keras, dan kenangan.

Pintu depan tak dikunci. Evelyn masuk dengan langkah pelan.

Semuanya terlihat begitu... normal. Terlalu normal. Sofa tetap di tempatnya, lukisan keluarga mereka masih tergantung di dinding. Ada potret dirinya bersama Damien dan Chloe, saat Chloe masih berusia lima tahun.

Namun, yang membuat Evelyn terdiam adalah suara samar dari atas. Suara tawa... suara ranjang bergoyang pelan... desahan wanita.

Tubuh Evelyn membeku.

Perlahan, ia menaiki tangga. Setiap langkah terasa seperti ditusuk belati. Jantungnya berdetak seperti genderang perang. Pintu kamar utamanya terbuka setengah.

Dan saat Evelyn mendorongnya perlahan...

"Damien..." suara wanita itu terdengar manja, diselingi suara napas berat.

Evelyn berdiri di ambang pintu, menyaksikan pemandangan yang menghancurkan hatinya lebih dari kecelakaan mobil yang hampir membunuhnya.

Di atas ranjang yang dulunya milik mereka berdua, Damien Blake-suaminya, pria yang dulu bersumpah akan mencintainya dalam sakit dan sehat-tengah mencumbu wanita lain. Wanita muda dengan rambut pirang yang tak ia kenal, mengenakan lingerie merah terang.

Damien langsung tersentak. Tubuhnya melompat dari tempat tidur seperti melihat hantu.

"Evelyn?!" Damien terperangah. "Kapan kau... bagaimana bisa kau..."

Evelyn berdiri tegak. Meski tubuhnya masih lemah, sorot matanya tajam seperti pedang.

"Aku baru sadar dari koma. Tiga tahun," katanya datar. "Dan kau di sini... mengganti posisiaku sebelum aku benar-benar mati."

Wanita pirang itu buru-buru menutup tubuhnya dengan selimut, ketakutan.

Damien mendekat. "Evelyn, ini... bukan seperti yang kau pikir..."

"Bukan seperti yang kupikir?" Evelyn tertawa getir. "Aku bahkan tidak melihat wajahmu di rumah sakit. Tidak satu pun kunjungan. Tapi kau bisa dengan mudah memakai kamar kita untuk meniduri wanita lain?"

Damien membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Ia tidak punya alasan.

Evelyn menatapnya lekat-lekat. Pria yang dulu ia cintai, pria yang ia percayai, kini berdiri di hadapannya sebagai pengkhianat.

"Di mana Chloe?" tanyanya tegas.

Damien terdiam.

"Jawab aku, Damien! Anak kita di mana?"

Akhirnya, Damien menjawab dengan suara pelan, "Dia tinggal bersama ibuku di luar kota."

"Kenapa?" tanya Evelyn, bergetar.

"Karena aku... aku tidak sanggup merawatnya. Aku bekerja, dan aku... tidak tahu harus bagaimana setelah kau koma..."

Evelyn mengepalkan tangannya. Air mata mengalir di pipinya, tapi wajahnya tetap dingin.

"Aku akan menjemput Chloe," katanya pelan. "Dan kamu... Damien, kamu akan menyesal telah menyia-nyiakan aku."

Ia berbalik dan berjalan keluar dari kamar. Damien mengejarnya, tapi ia berhenti di ambang pintu. Ia tahu, ia telah kehilangan sesuatu yang tak akan bisa ia miliki lagi.

Evelyn menuruni tangga. Setiap langkahnya kini lebih kokoh, meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Ia membuka pintu depan, dan sebelum melangkah keluar, ia menoleh sedikit ke belakang.

"Terima kasih," katanya sinis. "Karena sudah memperlihatkan wajah aslimu tepat saat aku kembali hidup."

Pintu tertutup keras di belakangnya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Perusahaan Nina   Hari ini18:56
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY