Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Asi Penyelamat Presdir
Asi Penyelamat Presdir

Asi Penyelamat Presdir

5.0
5 Bab
65 Penayangan
Baca Sekarang

Rivaldi Sebastian tak pernah membayangkan jika Istrinya dan Adik tirinya Rivaldo Dirgantara merencanakan kejahatan untuknya. Livia memberikan minum pada Rivaldi dan ternyata minuman itu mengandung racun. Setelah Rivaldi tak sadarkan diri mereka mengurung di ruang bawah tanah. Rivaldi putus asa dia berpikir jika hidupnya akan berakhir tetapi asistennya Isla Monroe wanita itu menolong hidupnya dia memberikan asi untuk Rivaldi agar racun di tubuhnya netral.

Konten

Bab 1 Asi Penyelamat

Suara pintu besi tua berderit nyaring saat Isla Monroe mendorongnya perlahan. Aroma lembap, debu tua, dan besi berkarat langsung menyergap indera penciumannya. Ruang bawah tanah keluarga Sebastian Hale bukan tempat sembarangan-tak sembarang orang tahu keberadaannya, apalagi berani masuk ke dalamnya. Tapi malam ini, Isla Monroe tak punya pilihan.

Langkah-langkah kecilnya menggema di antara dinding batu tua yang dingin. Lampu senter yang digenggamnya bergetar bersamaan dengan tangan gemetarnya. Bukan karena takut pada kegelapan, tapi karena sosok yang terkurung di sana-sosok yang selama ini menjadi tuan sekaligus pria yang diam-diam mengisi ruang hatinya: Revaldi Sebastian.

"Isla..."

Suara itu serak. Lirih. Seperti bisikan dari dunia lain. Isla menelan ludahnya saat cahaya senter menyorot ke sudut ruangan.

Revaldi tergeletak di lantai, tangannya diborgol pada pipa besi besar, wajahnya pucat seperti kertas, tubuhnya berkeringat dingin. Pria gagah yang dulu tampil berwibawa sebagai CEO kini tampak seperti pecundang yang direnggut nyawanya perlahan-lahan.

"Tuan Sebastian..." gumam Isla, lututnya goyah saat ia berlutut di samping pria itu.

Revaldi mengangkat sedikit kepalanya, mata kelamnya menatap Isla dengan susah payah. "Kau... Kau tak seharusnya di sini. Mereka akan tahu..."

"Saya tidak peduli!" potong Isla cepat, suaranya tercekat. "Saya tidak bisa diam saja melihat Anda seperti ini."

Revaldi terbatuk, darah mengalir dari sudut bibirnya.

Itu cukup menjadi tamparan untuk Isla. Ia tahu racun di tubuh pria itu perlahan menggerogoti organ dalamnya. Ia telah membaca catatan medis dan melihat cairan di gelas wine yang diberikan oleh Livia-istri Revaldi-pada malam terakhir pria itu tampil di hadapan publik.

Isla Monroe bukan sekadar asisten pribadi. Ia diam-diam telah menyelidiki apa yang terjadi sejak Revaldi menghilang dari dunia bisnis secara tiba-tiba. Dan ketika menemukan fakta bahwa sang CEO dikurung di ruang bawah tanah rumah mewah milik keluarga Hale oleh istri dan adik tirinya sendiri, Isla nyaris tak percaya.

"Mereka... menginginkan perusahaanku. Warisan ayahku," gumam Revaldi dengan napas terputus-putus. "Livia dan adik tiriku Revaldo. Mereka menjebakku..."

Isla menggigit bibirnya, menahan emosi. "Saya tahu. Saya sudah melihat semuanya. Tapi racun itu... sudah terlalu lama di tubuh Anda."

Revaldi menggeleng lemah. "Sudah terlambat Aku tidak akan bisa hidup lagi..."

"Tidak!" Isla mendekap wajahnya. "Jangan bilang seperti itu, Aku akan membantumu untuk sembuh tuan."

Ia menarik napas panjang. Di dalam kepanikan dan keputusasaan, pikirannya tiba-tiba berkelebat aneh. Seperti insting primitif yang muncul begitu saja. Ia menatap dada Revaldi yang naik turun pelan, lalu menunduk melihat dadanya sendiri.

Tubuhnya akhir-akhir ini memang berubah-salah satunya adalah produksi ASI yang muncul tiba-tiba, meski ia tidak sedang mengandung atau menyusui. Dokter menyebutnya sebagai kelebihan hormon prolaktin. Isla tak tahu harus bagaimana... hingga malam ini.

Gagasan itu gila.

Tidak masuk akal. Tapi Isla Monroe ingin mencobanya untuk bisa menyelamatkan atasannya.

Tubuhnya seperti bergerak lebih cepat dari pikirannya.

Revaldi mengerang pelan, tubuhnya menggigil hebat. Isla tahu waktunya tidak banyak untuk menolong Revaldi.

"Maafkan saya..." bisiknya lirih.

Ia menanggalkan jaket dan kausnya, duduk bersandar ke dinding dan mendekatkan wajah Revaldi ke dadanya. Wajahnya memerah hebat, tapi ia tak berhenti. Air mata mengalir di pipinya.

Revaldi sempat mencoba menjauh. "Isla... apa yang kau-"

"Tubuh Anda butuh penetral racun," potong Isla lirih. "Dan tubuh saya... menghasilkan zat alami yang bisa membantu menetralkan racun itu. Saya... saya tak tega melihat Anda mati, Tuan Sebastian..."

Revaldi terdiam. Entah karena lemas, atau karena terlalu terkejut. Tapi tubuhnya perlahan menempel di dada Isla, dan tanpa kata, ia menerima bantuan itu. Ia terlalu lemah untuk protes.

Isla memejamkan mata, mengatur napas, menahan gemetar. Ia tahu tindakan ini akan membuat segalanya berubah. Ia tahu, jika ada yang melihat, ia bisa dianggap gila-atau lebih buruk.

Tapi nyawa Revaldi lebih penting dari reputasinya.

Waktu berjalan lambat. Suasana hening, hanya terdengar napas Revaldi yang mulai lebih tenang. Wajah pucatnya sedikit membaik. Isla merasakan kulit pria itu yang dingin mulai menghangat.

"Tuhan..." gumam Revaldi lemah. "Apa yang kau lakukan untukku..."

Isla tak menjawab. Ia hanya menangis pelan merasakan rasa sakit di dadanya yang terus mengeluarkan Asi untuk tuannya.

**

Beberapa menit kemudian, Isla mengenakan kembali pakaiannya dengan tergesa. Ia memeriksa detak jantung Revaldi dan menyentuh dahinya. Masih panas, tapi lebih stabil setelah minum asinya.

Ia mengeluarkan botol kecil dari tasnya-obat detoks yang dicampurnya sendiri dari bahan alami dan hasil penelitian diam-diam selama dua bulan terakhir. Ia mengangkat kepala Revaldi dan menuangkan sedikit cairan ke dalam mulutnya.

"Telan ini perlahan."

Revaldi menatapnya dengan mata buram. "Kau satu-satunya yang... masih peduli padaku..."

Isla tersenyum pahit. "Saya tidak peduli dengan kekayaan atau jabatan Anda, Tuan. Saya hanya ingin Anda tetap hidup."

Langkah kaki terdengar dari atas.

Isla terdiam.

Matanya menatap ke tangga tua di ujung ruangan. Senter langsung dimatikan. Ia menyeret Revaldi ke balik pilar besar dan bersembunyi. Nafasnya tercekat dengan penuh rasa takut.

Seseorang membuka pintu besi di atas.

Suara langkah hak tinggi menggema turun.

"Sebastian?" suara Livia. "Kau masih hidup, ya?"

Isla mencengkeram lengan Revaldi, membungkam mulutnya agar tak bersuara.

Livia turun dengan angkuh, membawa lampu kecil. Ia menatap borgol kosong.

Alisnya menyatu. "Hah? Ke mana dia?"

Isla menahan napas. Jika Livia melihat ke kanan, mereka akan ketahuan.

Tapi takdir malam itu berpihak pada mereka berdua

Livia memutar tubuh dan mendongkol. "Pasti tikus-tikus itu merusak pengunci itu Harus diganti."

Langkahnya menjauh.

Pintu ditutup lagi.

Isla baru bisa bernapas lega.

Revaldi menatapnya dengan pandangan buram. "Kau... sudah menyelamatkanku dua kali malam ini."

Isla membalas dengan senyum lelah. "Tapi kita belum bisa keluar dari tempat ini. Anda masih dalam bahaya."

Revaldi meraih tangannya. "Kalau aku selamat... aku akan membuat mereka membayar semua ini Isla."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Kembalinya Pewaris   06-11 19:32
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY