terasa pengap, penuh dengan ketegangan yang menunggu untuk meledak. Sebuah kenyataan yang sudah dihadapi namun belum sepenuhnya ia terima-Fabian Reva, m
erkonsentrasi pada laporan yang harus diselesaikan. Namun, bayangan Fabian tetap menghantui pikirannya,
dirinya sendiri, meski suara hatinya berteriak meminta pembe
h seindah rencana. Seseor
ssandra bertanya tanp
terdengar ragu. "Ada yang ingin be
rasa terhenti sejenak. Dia tidak siap menghad
suara yang terdengar lebih dingin d
tuk lagi, seolah-olah ia sudah terbiasa berada di sana, m
um tipis, berjalan perlahan ke arah meja ke
betapa terkejutnya ia. "Pagi, Letnan Reva," jawabnya f
, menatapnya dengan tatapan yang penuh perhitungan. "Ada bebera
yang mulai merayap keluar. "Jadi, kita benar-benar
"Ya, kita bekerja bersama, terpaksa atau tidak." Suaranya terdengar lebih
ini tentang kenangan yang kembali terbuka. Mereka sudah pernah berada di titik yang
ini berjalan," lanjut Fabian, menarik kursi dan duduk. "Ki
a di mejanya, mencoba menghindari tatapan Fabian yang selalu terasa menembus. Ia ingat
terjadi?" suara Alessandra akhirnya terdengar, lebih r
benar-benar ingin berbicara tentang itu sekarang?" tanyanya, suaran
lihan," jawabnya dengan getir. "Kau... kau selalu punya
ubah sejak dulu. "Terkadang, kamu memang terjebak da
n kerja, itu adalah permainan perasaan. Mereka pernah begitu dekat, saling memahami, sa
r Alessandra, suaranya kini lebih tegas, menco
ku tidak pernah pergi, Alessandr
ta-kata itu. Tapi ia tidak bisa terjebak dalam permain
hanya untuk pekerjaan, bukan untuk masa lalu kita," j
eka, seperti dua orang yang saling mengenal begitu baik, namun ti
engirimkan detail proyek ke mejamu. Kita akan berbica
hu bahwa pertemuan ini hanyalah awal dari sesuatu yan
eh. "Aku bukan orang yang mudah untuk dihindari, Ales
keteguhan, meskipun hatinya bergejolak. "Ka
inggalkan ruangan, meninggalkan Aless
pengaruh, ia tahu bahwa kali ini permainan