a, yang baru saja selesai mengobrol ringan di taman, berlari mencari tempat berteduh. Mereka akhirnya menem
il. "Hujan ini kayak nggak ada niat berhenti, ya?
irai tebal yang membatasi pandangan mereka ke dunia luar. "Iya. Kaya
terasa lebih gelap dari biasanya. "Kamu nggak apa-apa? Kay
ang yang muncul. "Aku nggak apa-apa. Aku cuma... hujan selal
ak boleh dia langgar. Dia memilih untuk duduk diam di samping Hek
merasakan tubuh Heksa menegang. Dia tidak tahu apa yang membuat Heksa begitu takut p
ata Amaya, suaranya hampir tertelan oleh suara hujan. "Tapi
keinginan untuk membuka diri. "Amaya, aku..." dia mulai berbi
tih menyapu gubuk tempat mereka berteduh. Heksa
tenang, seperti ingin memastikan bahwa kata-katanya tidak mengusik terla
r-butir air turun deras dari ujung atap gubuk, menimbulkan su
ta-kata itu akhirnya kelua
ngguk pelan
nggak tahu gimana cara menjelas
lembut menatapnya. "Coba aja. Aku j
gai sesuatu yang indah. Tapi satu hari, hujan itu berubah.
udara di sekitarnya semakin b
gangguk.
k langsung menjawab-karena bagaimana sese
Suara Heksa hampir bergetar. "Jadi, setiap kali hujan turun,
adalah sepotong kertas kecil, sedikit kusut oleh kelembaban u
n membukanya. Tulisan kecil dengan tin
khir-kadang ia hanya memberi ke
a, menatap Amaya dengan m
Amaya tersenyum tipis. "Aku nggak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi aku bisa tet
apa. Untuk pertama kalinya, hu
rannya berputar di tengah suara hujan yang menggelegar. Ada ses
n saat hujan." Heksa akhirnya bersuara, sua
mengalihkan pandangan ke dera
Entah kenapa, mendengar itu mem
," lanjut Amaya dengan suara lembut. "Tapi aku nggak be
rutkan keni
n. Aku selalu melihatnya sebagai sesuatu yang menenangkan. Mungkin kita b
ngan Amaya terlihat lebih dramatis
iba terasa lebih ringan. Untuk pertama kalinya
uat bantu aku melihat hujan
ah apa pun. Aku cuma ada di sini. Kalau kamu butuh ses
ntah kenapa, saat ia kembali melihat