pulang dua minggu sekali,"
asih diizinkan pulang, Mas. Kupikir kamu di s
mungkinlah
kamu berang
ela napas pelan
li dibuat
na, Dek. Baru dua hari berikutnya bos datang sama beb
ku nggak bisa
g istirahat aja, Mas. Nanti biar
dah tidur lebih dulu. Setelah semuanya beres, aku pun ikut istirahat. Namun, saat aku hampir saja terlelap, tangan Mas
uar kota, lho. Istirahat aja, M
rpa telingaku. Lalu disusul Mas Agung yang menjilati bagian belakang telingaku. "B
um akhirnya mengiakan permintaannya. "Tapi bentar aja
Tanpa melepaskan ciuman kami, Mas Agung melucuti satu per satu pakaianku
a pelan. Mas Agung bermain di payudaraku dengan mulutnya. Sementara tangannya bermain di
as Agung yang membuatku mena
ik tubuhku hingga tengkurap, lalu m
g merasa aneh dengan
pasti keenakan nanti," ucap Mas Agung sambil me
kit dengan aksi Mas Agung. Mas Agung mempermainkan ke
itu sesak dan penuh. Aku juga merasakan kejan
ng? Sakit?" t
Cuma kerasa sesak dan penuh. Puny
sti bakalan lebih keenakan lagi kalau sudah kugerakkan," ucapny
Mas Agung benar. Posisi ini benar-benar nikmat dan membuat ketagihan. Semakin Mas Agung me
la-sela desahan, sesekali aku menggigit bibir b
angan Mas Agung meremas kuat payudaraku dari bela
a menungging dengan dipegangi oleh Mas Agung. Napas Mas Agung memburu seiring gerakannya yang semakin liar. Sep
hhhhhh...." Aku mendesah pa
enikmati klimaksku. Mas Agung terus menggerakkan pinggulnya tanpa ampun. Suara k
dengan kuat memegangi pinggangku. Aku bahkan dapat merasakan kejantanan M
ntara itu aku juga dapat merasakan sesuatu yang hangat da
annya masih memegangi pinggangku. Bahkan Mas Agung masih sempat-sempatny
-sisa pelepasan masing-masin
a berat, mengantuk. Mas Agung memelukku dari belakang. Diciuminya belakang leh
suara Mas Agung memanggilku. "Dek, bangun
h menunjukkan pukul enam pagi lewat. Mas Agung sedang mengenakan pakaian kerjanya. B
Mas," ucapku pada Mas Agung yan
jam berapa? Kok, sampai bisa kesiangan gitu?"
n Mas Agung. Kenapa Mas Agung bertanya
tungg
kin Mas Agung yang memakikanku baju? Sebab aku benar-benar nggak ingat apa ya
t aneh. Bukannya malam tadi kami menghabisk
g berbunyi. Mas Agung menerima panggilan itu. D
ng sambil mengelap mulutnya dengan tisu. "Sopir y
u ke sananya
sana perusahaan yang
takut kalau kamu nyetir send
gan sebuah mobil masuk ke halaman rumah. Mas Agung pun segera masu
bertemu kembali. Tapi sebagai istri, aku hanya bisa mendukung apa yang Mas Agung
ku dikejutkan dengan
as, bukannya kamu ke luar kota?" t
a. Berarti aku nggak harus tinggal sendirian di rumah selama dua minggu. Tapi, aku merasa ada yang aneh. Sebab Ma