g makan, memantulkan cahaya hangat ke permukaan meja makan besar yang sudah tertata rapi. Di atasnya, roti pangg
timbangkan sesuatu. Di sebelahnya, Susi tampak lebih berhati-hati. Tatapannya sesek
kan, hanya suara alat maka
m membuka suara dengan
kan semalam... Kami pikir, sudah saatn
aan tehnya yang masih hangat, lalu meminumny
ranya lembut tapi s
ingin kamu capai. Tapi, ada saatnya kamu juga
tar ke arah jendela dengan tatapan kosong, lalu berdiri perlahan. Tanpa sepa
nadanya terdengar lebih keras,
n begitu saja, membiarkan kata-kata kedua orang tuanya menggan
lam, matanya menatap piring yang belum disentuh. Kehenin
-ledak, melainkan karena tekanan yang menumpuk dalam diam. Ia tidak suka berdebat, apalagi dengan
penuhi kegelisahan. Tentang harapan-harapan yang seolah dipaksakan, tentang ren
tiba-
r
ia terdorong ke belakang. Sebelum sempat memahami apa yan
nya masih menggenggam kain lap basah, sementara tubuhnya kini berada sebagian di atas Henry. Wajah
Rambutnya yang biasanya rapi kini agak berantakan. Tanga
. Ada aroma sabun yang lembut dari rambutnya. Matanya yang bulat penuh rasa kaget
a begitu canggung. Namun tangan Henry
mpat. "Saya... saya nggak sengaja
Ada sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dadanya s
ucapnya pelan. Hamp
t makin bingun
lu kembali menatap Karina. Ada keraguan, ada pertan
paskan genggamannya. "Aku yang
a sibuk merapikan seragam. "Saya juga min
perlahan. "Kamu n
epat. "Nggak, Mas.
suasana canggung yang menggantung di udara. Karina menunduk, wajahnya mas
, lalu berjalan cepat menuju ruang tamu tanpa menoleh lagi. Henry mengikuti
n itu..
Hanya satu hal yang pasti, pagi yang awalnya hanya penuh dengan teka
dinding, Henry bergu
i suka sama dia? Pembant
detak jantungnya masih belum sepenuhnya tenang.
napas dalam-dalam, lalu bersandar sejenak pada pintu kayu itu. Seolah berusaha menena
ng yang belum stabil. Tapi pikirannya justru semakin kacau saat teringat bagaimana tatapan mata Hen
aga, Karina... kamu ini k
erlahan, lalu mengambil handphone-nya yang berdering
s panjang sebelum m
ya datar. Suaranya pel
nada yang manja tapi terdengar memaksa. "Kamu tau kan, kita
mencari alasan untuk menolak tanpa memicu pertengkaran. Ia tahu
i. "Aku baru selesai kerja, badan capek banget. Tapi aku kirim gajiku bulan ini ke
i seberang. "Oke lah..
u selamat tinggal, samb
i atas pangkuannya. Ia menghela napas kasar. Dadanya sesak,
mentransfer sebagian besar gajinya ke rekening suaminya. Jumlahnya ti
yani kebutuhan pria yang jauh lebih tua darinya. Pria yang memberinya sentuhan yang lembut
n di kamar belakang rumah utama, malam-malam saat Abraham memanggilnya diam
h itu
mereka lebih seperti kewajiban, ia harus menikah karena usia, karena tekanan keluarga. Tapi
saat bersama Abraham. Meskipun lelaki itu sudah jauh lebih tua, ada sesua