ebas menjelajah dunia, meniti karier impian, atau setidaknya merasakan manisnya cinta pertama yang romantis. Namun, semua itu hanyalah kha
li bertemu dalam acara-acara besar. Danu adalah sosok yang selalu terlihat matang, serius, dan tak banyak bicara. Aura din
, Bu Rina, terdengar tegas kala itu. Tidak ada nada pe
nangis. Ia mencoba mencari alasan, memohon, bahkan memberontak, namun semua sia-
alah dan tekad bulat. "Ini demi kebaikan kita semua, Safira. Keluarga Danu akan membantu
rutan. Rumah mereka terancam disita, aset-aset berharga satu per satu dijual, dan tekanan hidup mencekik leher keluarga mereka
gantin yang dipilihkan, cincin yang disematkan, bahkan dekorasi pesta, semuanya terasa asing dan hambar. Danu tidak pernah menunjukkan minat. Ia hadi
paksa? Namun, Danu tak pernah menyinggung perasaannya. Obrolan mereka sebatas hal-hal praktis, itupun sa
resepsi?" tanya perenca
ab Danu singkat
ga favorit
," jawab S
an
enimpali, sambil f
di. Ia tahu, pernikahannya bukan didasari cinta, apalagi kasih sayang. Ini
nyum, menyalami tamu, berpose untuk foto, semua dilakukan seperti boneka yang digerakkan benang tak kasat mata. Di sampingnya, Da
ya sepasang mata gelap yang memantulkan bayangan Safira yang buram. Safira sendiri hampir tak bisa menahan air matanya agar tak tum
fira dan Danu masuk ke kamar pengantin yang sudah dihias indah. Lilin-lilin berkedip lembut, me
ngnya. Lalu, suara kasur berderit. Safira menoleh pelan. Danu sudah berbaring memunggu
kan. Perlahan, Safira berjalan ke sisi ranjang yang lain, berbaring membelakangi Danu. Ia menarik selimut hingga menutupi dagunya. Air mata yang
tertidur terlihat sedikit lebih lembut, namun aura dinginnya tetap terasa. Safira bangkit dari ranja
merapikan rambutnya. Ia menoleh sekilas ke arah Safira, lalu bangkit dan me
aku. Ia duduk di meja rias, menyisir rambutnya yang panjang. Bayangannya di cermin terlihat k
i sana sudah ada Bu Rina dan Pak Hadi, orang tua Danu. Serta seorang ana
, dengan senyum lebar. Ia adalah wanita paruh baya yan
Safira lirih. Danu
dengan rasa ingin tahu. "Mama ba
laki-laki bernama Raihan. Ia akan menjadi ibu sambung.
. Ini Tante Safira. Mulai sekarang Tan
uk-angguk, lalu kembali fok
menyahut singkat jika ditanya. Ia tampak fokus pada sarapannya, sesekali membantu Raihan yang kesulitan memotong sosis. Melihat int
sar, modern, dan tertata rapi. Namun, ada semacam kekosongan yang Safira rasaka
k," ucap Bu Rina seolah bisa membaca pikiran Safira. "Dia sangat menyayang
dah menjanda cukup lama. Apakah Danu masih mencintai istrinya? Apakah itu sebabnya ia begitu dingin pa
, yang kini terasa semakin besar dan hampa. Danu sibuk dengan pekerjaannya, seringkali pulang larut malam. Jika tidak ada pekerjaan,
n adalah satu-satunya sumber kebahagiaan kecil bagi Safira. Anak itu polos dan ceria, seringkali membuat Safira tertawa dengan
depan putranya. Danu akan sabar mendengarkan cerita Raihan tentang sekolah, menemaninya bermain, atau membacakan dongeng sebelum tidur. Pemandangan itu seringkali membuat
anu baru saja pulang dari kantor. Ia melepas jasnya, meletak
tanya Safira, menco
a datar seperti biasa. Ia minum segelas
berakhir seperti ini. Ia merasa seperti hidup berdampingan dengan patun
fira mencoba berbicar
entar?" tanya Safira saat Danu
i laptop, menatap Safira deng
ini terjadi karena paksaan. Tapi, kita sudah menikah. Bisakah kita m
ngin kamu kenal dari saya, Safira?" tanyanya dengan suara rendah, nyaris tanpa int
Safira. Begitu lugas, begitu jujur, dan begit
ta tinggal serumah, tapi seperti orang asin
u untuk hal-hal seperti itu. Kamu bisa melakukan apa pun yang k
gucapkan sepatah kata pun. Air matanya sudah siap tumpah. Ia berjalan cepat
ini. Danu tidak akan pernah mencintainya. Danu tidak akan pernah peduli padanya. Ia ha
i harapannya yang sia-sia. Ia akan fokus pada Raihan, pada kegiatan sehari-ha
pagi, saat mereka berpapasan di meja makan, Danu hanya akan melirik sekilas, lalu kembali fokus pada sarapannya. Setiap mal
hidup seperti ini selamanya? Bisakah ia benar-benar bahagia? Atau akankah ia terus
hu tubuh Raihan yang ternyata cukup tinggi. Dengan tergesa-gesa, ia m
da Danu sedang berada di luar kota. Dalam kepanikan, Safira memutuskan untuk membawa Raihan ke r
pa bisa ia tahan. Ia merasa begitu sendirian. Ia adalah seorang istri, namun tidak punya suami yang bisa diandalkan dal
nya terlihat tegang dan khawatir. Ia baru mengetahui k
Danu dengan suara serak, l
am biasa. Tadi saya coba hubungi kamu, tapi tida
apas lega, lalu berjalan masuk ke ruang pem
k. Danu langsung memeluk putranya erat. "Anak Pap
dengan jari kecilnya. "
a datar. Tidak ada nada terima kasih yang tulus, hanya sebuah formalitas
mkan mata, lelah fisik dan batin. Danu duduk di kursi di samping ranjang Raihan, menat
menatap Raihan begitu penuh kasih sayang. Safira menyadari, di balik topeng dinginnya, Danu adalah seor
" suara Danu memecah kehening
ng yang Danu ucapkan padanya di luar konteks
nnya terus berputar. Ia tidak bisa tidak memikirkan Danu, pernikahannya
uhnya mengabaikan Safira. Ia sesekali akan bertanya tentang Raihan, atau menanyakan apakah Safira membutuhkan s
Danu bisa melihatnya bukan hanya sebagai istri paksaan, tetapi sebagai seseorang yang layak untuk dihormati da
akukan tugasnya, memenuhi perannya dalam pernikahan ini. Demi Raihan, demi orang tuanya yang sudah ber
us kuat, harus tegar. Ia akan mencari makna di balik semua ini, mencari kebahagiaan kecil di tengah badai besar yang melandanya. Ia t
m keheningan malam, ia berbisik pada dirinya se