img TABIR HITAM  /  Bab 1 KEBAHAGIAN DI KOTA SANTRI | 20.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
TABIR HITAM

TABIR HITAM

Penulis: Sanjaya Yutaka
img img img

Bab 1 KEBAHAGIAN DI KOTA SANTRI

Jumlah Kata:2850    |    Dirilis Pada: 29/06/2025

dari perjalanan panjang yang akan membawaku pada kegelapan, ketakutan, dan pergulatan melawan sesuatu yang berada di luar

ng. Pesantren ini berdiri megah di tengah kota kecil yang dikenal dengan sebutan Kota Santri. Di tempat ini, ilmu agama dan kehidupan berpadu membentuk

banan. Kebahagiaan itu adalah tawa riang bersama teman-teman di sela-sela belajar, suara lantunan ayat-

hir kepada kami, para santri yang telah menyelesaikan pendidikan. Dengan suara berat namun penuh keyakinan, beliau berkata

idupan. Di sini, aku belajar bersyukur dalam keterbatasan, bekerja keras tanpa pamrih, dan mengutama

asa depanku dengan membuka usaha toko grosir yang menjual berbagai kebutuhan pokok dan makanan ringan. Waktu berjalan, dan u

, kulit putih bersih, dan pipi yang merona merah ketika terkena sinar mentari. Matanya yang sedikit sipit menyiratkan kelembutan, sementar

ir menyaksikan kami menyatukan cinta dalam ikatan suci. Dengan doa-doa penuh harapan, kami memulai kehidupan r

i hari, Aisyah tiba-tiba terbangun dari tidurnya. W

u lembut, meski hatiku mu

sekali)... sepertinya ini tanda-tanda m

ur panik memenuhi diriku. Ini adalah pengalaman pertama menyambut keh

annya), Mas," ucap Aisyah lir

oa-doa lirih mengalir dari hatiku sepanjang perjalanan, memohon agar semua berjalan lanca

cemas, pikiranku dipenuhi harapan dan doa-doa untuk keselamatan Aisyah serta bayi yang ada dalam kandungannya. Namun, tanpa peringatan, sebuah bayangan mel

dengan sorot mata yang dipenuhi tanya,bibirnya yang pucat membuka sedikit, lalu ia bertanya d

ra ono opo-opo (Tidak apa-apa), Sayang, mungkin mripatku (penglihatanku) sedikit terganggu atau aku terlalu tegang, hingga seolah-olah ada sesuatu yang melintas." Meski aku be

Aisyah," kataku, berusaha menyemangati diriku sendiri, sementara tangan kananku meraih tangan Aisyah yang terasa dingin, mencoba memberikan kehangatan dan kekuatan. Mesin mobil kembali aku nyalakan, dan

r menderu pun seperti menghilang sama sekali. Lampu-lampu jalan yang tadinya terlihat terang dan memberi penerangan kini tampak berkedip-kedip, menciptakan bayangan-bayangan samar di kejauhan ya

kan lirih dari seseorang yang mulai lelah namun mencoba tetap kuat. Aku menoleh sekilas ke arahnya, matanya yang biasanya penuh ketenangan kini tampak mengandung sesuatu yang lain, se

(aku sudah tidak kuat menahannya)," ucap Aisyah dengan suara yang

enenangkan Aisyah sembari berkata, "Sayang, atur napas ya, kuatkan dirimu. Kita hampir sampai.

snya. Aku tahu bahwa detik-detik ini sangatlah berharga, satu momen bisa berarti segalanya.Di dalam mobil, A

di dadaku. "Kita sudah sampai, Sayang. Bertahan, ya!" Aku berkata dengan nada penuh harapan. Setibanya d

" teriakku, mengabaikan rasa panik yang melanda. Seorang perawat segera

nda?" tanya salah satu perawat dengan nada profesional, m

mereka memindahkannya ke kursi roda. Ia menggenggam tanganku dengan erat, seolah tidak ingin melepaskanny

inan. "Aku nang kene (Aku di sini), Sayang. Aku

tertutup rapat. Malam yang tadinya penuh harapan kini dipenuhi doa-doa yang tak henti aku ucapkan. Aku mem

alanan tadi. Ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang mengusik pikiranku. Tapi aku segera menggelengkan kepala

mertuaku pasti menanti kabar dari kami. Dengan tangan yang masih sedikit gemetar,

but namun penuh kekhawatiran ibuku menjawab, "Halo, Putra? Onte

a nipun Ibu sepados diparingi lancar (Mohon doa Ibu agar semuanya berjalan lancer)

Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. Bagaimana kondisi Aisyah seka

ah masih berusaha bertahan. Doakan kami, B

Nada sambung kedua ini membuatku semakin cemas; setiap detik terasa

dalu mengaten ? (Ada apa malam-malam begin

it (kami sedang di rumah sakit). Aisyah sudah mulai proses persalinan.Nyuwu doa nipun saking ( Moho

sana. Kau tetap di sisi Aisyah, jangan tinggalkan

Terima kasih. Kami tunggu kedatangan Bapak d

perjalanan tadi dan keanehan di malam itu terus menghantui pikiranku. Aku kembali menggumamkan doa

ka, dan seorang dokter keluar menghampiriku. Wajahny

tanyanya untu

sambil berdiri, jantung

k ingin masuk ke dalam ruang persalinan untuk menemani beliau

einginan kuat untuk mendampingi Aisyah di saat-saat penting ini.

n tetap tenang dan ikuti arahan kami

amun juga penuh harapan. Aisyah terbaring di ranjang, tubuhnya tampak lemah namun matanya mencoba mencar

t. "Aku di sini, Sayang. Aku tidak akan pergi ke

a nyaris tak terdengar. "Mas...

a. Insya Allah, semuanya akan baik-baik saja," jawab

terus mengatur napas dan mengejan dengan kekuatan yang tersisa. Aku hanya bisa terus menggenggam tangan

semangat! Napas dalam, lalu d

ku. Lindungi dia dan anak kami". Dan di tengah ketegangan itu, aku t

uara perawat dan dokter terdengar memandu, tapi semuanya seolah teredam oleh detak jantungku yang mengge

alu dorong sekuat tenaga! Sedikit lagi!" ser

sar rasa sakit yang ia rasakan, tapi juga betapa kuat tekadnya. Ini bukan sekadar per

snya yang berat, matanya menatapku penuh keyakinan, me

nahan air mata yang hampir tumpah. Aku tahu betapa besar pengorban

nya memenuhi ruangan, bercampur dengan suara dukungan dari tim medis. Aku bisa mer

lagi, sudah dekat!" seru p

egitu nyaring, seperti melodi indah yang langsung membuatku mengucap syukur dalam hati. Aku me

dokter dengan senyum hangat, sementara tim medis

rsenyum lemah, matanya berkaca-kaca. "Sayang... kamu luar biasa,"

kita..." bisiknya, sebelum tub

, momen ini menjadi bukti bahwa cinta sejati mampu melewati ujian terberat. Anak kami lahir ke

ut, menggendong bayi mungil kami yang dibalut kain putih bersih. Bayi itu tampak tenang, matanya masi

. Setelah itu, kami sarankan untuk segera diberikan ASI pertama," u

but bayi kecil itu ke dalam pelukanku. Begitu lembut, begitu mungil, dan begitu sempur

leh ke arah Aisyah, yang meski tampak lelah, tersenyum dengan tatapan penuh cinta. "Sayang, terima kas

u Akbar... Allahu Akbar..." Kalimat demi kalimat adzan mengalir dari bibirku, memenuhi ruangan dengan lantunan syahdu. Air

embut. Aisyah menerima bayi itu dengan senyum penuh kebahagiaan. Meski tubuhnya masih lemah, tangannya yang gemetar menyentuh pipi mungil bayi ka

syukur. Tepat adzan subuh berkumandang, cinta kami melahirkan kehidup

ami, tersenyum ramah sebelum dengan lembut membawa bayi ka

, lalu mengecup keningnya perlahan. Suaranya sedikit bergetar saa

terpancar dari sorotnya. Keheningan singkat menyelimuti ruangan, hanya

uara di ujung teleponku terdengar penuh harap saat aku berkata, "Bu, Aisyah d

is kecil dari Ibu, disusul tawa bahagia. "Alhamdulillah

h rasa penasaran, "Apakah dia mirip dengan Aisyah waktu k

ah bahagia mereka yang sebentar

an kelahiran cucunya," kataku sambil men

t, masih terlihat lelah, tapi bibi

, mataku menatap Aisyah penuh dengan rasa sayang. "Cerdas, hafal Quran

r yang baru saja lahir bersama bayi kami. Aisyah tersenyum, matanya berkaca-kaca, lalu menja

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY