img TABIR HITAM  /  Bab 4 BAYANG-BAYANG DI AMBANG KEHIDUPAN | 80.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 BAYANG-BAYANG DI AMBANG KEHIDUPAN

Jumlah Kata:3728    |    Dirilis Pada: 29/06/2025

ana keluarga kecil kami. Di meja makan, sarapan telah tersaji nasi goreng

mata merah itu.Tidak, aku tidak ingin menceritakannya kepad

a, menikmati sara

m?" tanyaku lembut kepada Fati

bi," jawab Fatimah dengan suara

selalu mendapat perlindungan Allah," kata

mah, suaranya penuh sa

ecah.Fatimah tiba-tiba meletakka

k... W

untah di

langsung berdiri, mendekati

mencoba tetap tenang meskipu

.. tidak bisa menahannya," jawabnya

lapak tangan.Tidak panas, tetap

tirahat di rumah saja," ucap Aisyah sambil mem

sa melakukan apa-apa,

. Wuekkk.

i lebih

ke ruang makan, aku mengusap minyak itu di perut dan

at lemah.Pandangannya seperti koson

nti," ucapku kepada Aisyah, yang

dari sekadar mual biasa. Ada bayangan gelap yang kembali

untuk beristirahat. Istriku, Aisyah, segera mengambil minyak kayu p

i akan menelepon pihak sekolah," ucapku lembut kepada

ngambil ponsel dan men

aikum, Bu G

lah wabarakatuh," jawab su

ri ini Fatimah tidak bisa masuk sekolah k

as sembuh dan bisa kembali ke

tas doa panjenengan, Bu," k

salah satu pegawaiku di toko, Pak Dul, untuk m

aikum, Pak

b Pak Dul.Pegawai-pegawaiku biasa

burkan dulu karena anak saya, F

atimah.Saya akan sampaikan kepada yang

ssalamualaikum," ucapku

u, aku segera kembali ke kamar

kondisi Fatimah?" t

u putih. Tapi sebaiknya kita bawa ke dokter saja

ng. Umi siap-siap dulu, aku jaga

rapa perlengkapan dan obat-obatan untuk berjag

erangkat ke ruma

a menuju mobil.Di pelukan, tubuh Fatimah terasa begitu ringan, seolah menyiratkan betapa lemahn

kiranku, kenapa Fatimah tiba-tiba muntah setelah serangkaian peristiwa ganjil ya

ngan bisa membuat Fatimah mual dan muntah lagi," ucap Aisyah, s

ba meredam kegugupanku.Suaraku terdengar le

rik kaca spion tengah, memastikan keadaan Fatimah di kursi belakang.Ia tertidur dengan wajah yang ma

iku mencengkeram erat setir mobil, tapi pikiranku ter

ke belakang, memastikan kondisi Fatimah tetap stabil. Kami berdua diam, larut dalam doa masing-masing,

memanjatkan doa dalam hati, berharap agar peristi

taran pasien.Setelah mengambil nomor antrian, kami duduk di ruan

ra Fatimah terdengar lirih, nyaris seperti bisikan.Tubuh

. "Ayo, kita ke kamar mandi," ujarku sambil menoleh

ah, membawanya masuk ke kamar mandi. Sementara it

intu kamar mandi. Setiap suara itu terasa seperti tamparan keras d

. Umi di sini," suara lembut Aisy

gi. Aisyah memijat tengkuknya dengan lemb

dengan nada yang sangat lem

biar perut Fatimah hangat, ya, Nak," katanya sambil tersenyum lembut, mencoba memberikan kenyamanan.

Fatimah terlihat semakin pucat. Bibirnya sedi

gendong lagi," kataku, ber

egitu berat. Kami duduk kembali, menunggu panggilan. Namun, nomor antrian kami terasa begitu jauh. Waktu seolah ber

ng. Ia menggenggam tangan Fatimah, membisikkan doa-doa penuh harap. Di kepala

Awandini Tjakranegara," ucap r

Fatimah, didampingi istriku, Aisyah. Di pangkuanku, Fatim

salamku kepada dokter beg

" jawab dokter dengan ramah,

ba mual dan muntah terus-menerus," ucapku, m

il mempersiapkan peralatannya. "Anak cantik, berbar

sama, mendengarkan aliran napasnya, memeriksa bunyi pencernaan, tekanan darah, serta bagian perut, mata, dan mulut Fatimah.

kembali duduk di pangkuan Aisyah, t

aku dengan perasaan cemas

ngan ramah, berusaha menenangkan. "Semuanya normal saja, t

mencoba merasa lega, meskipu

dan vitamin. Fatimah harus banyak minum air

pku dengan nada syukur, meski dalam hati m

r tampaknya baik, tetapi hati kecilku tahu, masalah yang mengintai Fatimah bukanlah sesuatu yang bisa dijela

mah melalui spion. Tubuh kecilnya terkulai di pangkuan Aisyah, sementara tatapannya kosong, seola

waspada," bisikku

mi tahu, yang meneror keluarga kecil kami bukanlah sesua

a untuk beristirahat agar staminanya kembali pulih.Setelah memastikan Fatimah tertidur denga

yang meneror kita ini?" tan

u pasti, Yah. Yang aku lihat hanya sesosok bayanga

a, kali ini suaranya terdengar lebih putus asa. "Abi, apa kita pernah men

, Abi merasa kita tidak pernah berbuat jahat pada siapa pun

nya. "Jahat sekali orang yang tega melakukan ini kepada kita. Jahat dan tidak punya hati

asainya.Dalam hati, aku berdoa kepada Tuhan agar semua teror ini segera berakhir.Tak ad

rwudhu dan shalat as

p, ia berdiri dan berkata lirih, "Aku akan berwudhu." Aku mengangguk, memahami

an alam pun ikut menyaksikan kepasrahan kami kepada Sang Khalik.Dalam setiap sujud, kami memohon petunjuk dan pertolo

a.Namun, di balik suara yang bergetar itu, ada keyakinan yang koko

menembus dinding rumah yang mulai terasa dingin.Aku menatap ke arah jam dinding, mema

ngunkan anak kita," ucapku kepada istriku

ambil mengangguk, lalu ber

Aisyah menjauh. Rumah terasa sepi, hanya suara adzan yang terdengar jelas.Tapi entah kenapa

ciptakan suasana sunyi yang hampir terasa mencekam. Ia mendekati t

angun sudah Magrib,"

enggeliat pelan di balik selimut.Ia terlihat lemah, tap

a mual?" tanya Aisyah samb

memberi isyarat bahwa rasa mualnya sudah h

apakah kuat berjalan untuk ambil wudhu dan salat berjamaah?

awab Fatimah dengan suara

Aisyah, penuh kasih sayang. "Kalau nanti masih lemas, Fatimah shola

yang masih lemah.Langkah mereka lambat, tapi penuh ket

legaan menyelimuti hatiku. Melihat Fatimah yang sudah mulai

ng tidak biasa.Udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengintai. Aku menoleh ke arah jendel

rib berjamaah. Fatimah duduk di antara kami, tubuhnya bersandar pada bantal kecil yang aku

ngan hitam melintas cepat di tepi ruang tamu.Aku berusaha mengabaikannya, tetap khusyuk da

sai.Matanya bertemu dengan mataku, dan

Aisyah kepada Fatimah.Aku masih melanjutkan dzikirku

ke dalam kamar tidur, k

dulu. Setelah itu, nanti ke sini l

timah dengan nada su

uk, tiba-tiba kran di dapur menyala, mengalirkan air dengan sendirinya.Aisyah menoleh ke ara

telinga kanannya.Seketika, bulu kuduknya merema

aku..." bisi

..." suara itu kembali terd

dan segera menca

sahutnya, suar

..." suara itu kembali

judmu!" Aisyah menantang,

erdengar di telinganya tawa m

bentaknya lantang, berusa

a istrinya yang tegang dan penuh kecema

apa?" tanya

e arah suaminya,

dapur mengalir sendiri, lalu aku mendengar sua

kan, "Suara itu bilang kalau di

wajah istrinya yang kini berkaca-kaca

ucap Aisyah lirih,

membiarkan sesuatu terjadi pada anak kita

atimah pasti juga sudah lapar,

gera menghidangkan makan malam di atas meja mak

ah berjalan menuju kamar Fatim

l menaruh piring berisi makanan di at

bangunkan Fatima

etelah itu minum obat," kata Ais

engangkat tubuhnya untuk duduk. Ia masih

h kesabaran. Fatimah mengunyah pela

ada sosok bayangan yang tidak jelas

akan. Pikirannya masih dipenuhi kejad

an yang tidak masuk akal?" gumamny

ada makhluk gaib yang tersesat

engkan kepala, mencoba m

Mungkin ini hanya halusinasi saja," ucapnya, berusaha men

a, Putra.Mereka menyantap makan malam dengan hati ya

ang?" tanya Putra sambi

, Mas," jawab Aisyah

ta, "Sepertinya kita harus mencari tahu apa

tanya pada Abah, Mas? tadi Fatimah cerita perihal mimpinya, didalam mi

idak ingin merepotkan, apalagi

ke mana?" tanya Aisyah, mata

isik, "Aku juga bingung... jujur saja, aku

r-benar diteror oleh sesuatu yang tak ka

ndiri. "Ya Allah, berikan kami petunjuk

eninggalkan makanannya yang masih bersisa.Aisyah hanya bis

ya sudah membaik. Dengan hati-hati, ia mendekat dan menatap wajah Fatimah yang tampak tenang dalam tidurnya.

buhnya normal," ucap Pu

ga, menuang teh hangat ke dalam cangkir, lalu duduk sambil menatap kosong ke arah jendela. Namu

dengan cara seperti ini?" gumam Putr

ik, "Ya Allah, jika boleh, tukar saja

asuk ke ruang keluarga, memperhatikan sua

itu. Tidak baik," kata Aisyah

"Aku sek kepikiran... sek mikir kudu gek piye iki..." (Aku

ja, Mas, bareng Fatimah (Ya sudah, nanti siang kita silahturahmi ke Abah saja b

k di sampingya, membasahi keni

jaga Fatimah ning omah, ya..." uca

an, matanya masih tak lepas

ra Putra terdengar di balik pintu rum

tok..

um..." ulangny

aki terdengar mende

tua yang tak asing. Abah membuka pintu perlahan.Wajahnya ter

tangan mertuanya se

arnya?" tanyanya, be

k, Nak." sahut Abah

di ruang tamu, Abah

dan cucuku Fatimah

an. Ia tak ingin membuat A

ak badan. Tadi pagi kami sudah ke dokter. Sekarang dia is

nganggu

.. semoga lekas

aat, Putra menatap Abah

ini, di rumah terjadi kejadian-kejadian yang tidak bisa kami jelaskan secara logika. K

k berubah, tapi matanya m

Nak... Jangan d

ridor padahal tak ada siapa-siapa, bayangan hitam yang melintas di dapur, dan terutama... Fatimah. Betapa putri kecil itu be

nya menerawang, jauh k

..?" gumam Abah, n

ada kelainan fisik. Tapi Fatimah terus melemah.Wajah

i dengan sebuah tas kecil usang dari kulit.Dari dalamnya ia mengeluarkan

asa ada yang tidak beres sejak be

bisa,

ermimpi tentang seorang anak kecil yang memanggil dari dalam gelap.Suaranya seperti minta t

hernya menegang, b

liknya.Mungkin ada yang sengaja mengirim." lanjut Abah."Tapi kita jangan takut.

erahkan kitab keci

Fatimah saat ia tidur, dan jangan biarkan rumah kosong dari bacaan Al-Qur'a

at. Matanya mulai memerah. Di balik

kasih,

, kita panggil ustad langganan Abah. Kita cari

terasa lebih dingi

mohon bantu doanya...Assalamua

tullahi wabarakatuh"

darai mobil dengan terburu-buru,ingin segara m

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY