gan kemewahan yang mengelilingi Arjuna, atau dengan tatapan sinis dari beberapa staf yang menganggapnya aneh. Mentari hanya peduli pada tugasnya: membantu Arjuna, entah itu secara fisik
bu-debu yang menari di udara. Arjuna masih enggan bangun. Ia memejamkan mata, berharap semua
ih! Nanti rezeki dipatok ayam!" Suara Mentari, nya
amarnya? Ia melirik jam. Pukul tujuh pagi. Masih terlalu pagi b
nampan berisi sarapan. Wajahnya berseri, seolah tak ada beban sam
yak makan biar cepat pulih!" Mentari meletakkan
a dengan malas.
ajah lapar. Kamu harus makan, Pak. Nanti kalau sakit
hilangan kata-kata. Ia akhirnya menyerah, mengambil sendok, dan mulai menyantap s
asak?" tanya Arj
ada rasanya," jawab Mentari jujur, membuat Arjuna ters
n teratur, dan bahkan menemaninya menjalani terapi fisik. Awalnya, Arjuna menolak keras. Ia tidak ingin orang lain
Mau jadi patung pahlawan di depan menara Dirgantara?"
harinya, tentang rencana usahanya, tentang anak-anak panti. Terkadang, ia akan menyanyi dengan suara sumbang, membuat fisioterapis
Arjuna suatu kali, setelah Mentari selesai
? Nyanyi kan menyenangkan. Daripada mu
istis, selalu membahas uang. Di sisi lain, ia memiliki hati yang tulus dan tidak pern
entari adalah pendengar yang baik. Perlahan, Arjuna mulai membuka diri. Ia bercerita tentan
ngumpat pelan. "Dasar wanita ular! Tidak tahu diri!" atau "Bima
eaksi Mentari yang blak-blakan.
n? Dia yang salah. Kamu itu bukan cacat, Pak. Cuma lagi l
a lebih menenangkan daripada ribuan kata motivasi dari psikolog. Ia tidak memandan
ng berebut kekuasaan, dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ia merasa tak berdaya. Ia membuka pintu kama
menjahit. Suara mesin jahit manualnya mengisi keheningan malam.
nya Arjuna, suara
juna. Belum ngantuk. Tanggung ini, mau
kkan kain, matanya fokus, raut wajahnya serius. Jauh berb
ukai pekerjaanmu,
i. Dari kain biasa, jadi sesuatu yang bisa dipakai. Apalagi kalau
aat, hanya suara mesin ja
iba, suaranya bergetar. "Perusahaan sedang ber
serius. "Tidak berguna? Siapa bilang? Pak Arjuna itu otaknya masih jalan, kan? Ta
hela napas.
kepala Arjuna. "Dan di sini," ia menyentuh dada Arjuna, tepat di atas jantun
a. Yang cerdas, yang kadang nyebelin, yang sekarang lagi sedih. Aku nggak peduli kamu bisa jalan atau nggak. Yang penting kamu bangkit. Ka
kataannya yang jujur, tanpa tedeng aling-aling, membangkitkan sedikit semangat yang mulai padam
ia akan memberikan hal lain yang lebih baik. Mungkin Tuhan sedang mengambil kakimu untuk sementara,
engan begitu polos, terdengar begitu dalam. Selama ini, ia terlal
if mengikuti terapi, bukan lagi karena paksaan, melainkan karena ia ingin sembuh. Ia mulai membaca laporan perusahaan lagi, mencoba meng
Bima dan Indra semakin berani. Mereka bahkan berani mengabaikan panggilan telepon dari
juna, proyek pembangunan resort di Bali terancam batal. Investornya men
lah salah satu proyek impiannya, yang telah
ang berani mengambil keputusan. Investornya sudah meng
. Dirgantara Group adalah warisan ayahnya, dan ia tidak aka
h Arjuna, suaranya tegas. "Dan pastikan sem
a. Ada kilatan di mata Arjuna yang sudah la
akah kamu yaki
n aku akan mempertahankannya,"
rak, mendengar percakapan itu. Ia tersenyum tipis.
i tempat masing-masing, berbisik-bisik. Bima dan Indra terlihat gugup, namun berusaha mempertah
nnya. Arjuna duduk di ujung meja, dengan tatapan tajam menyapu seisi ruangan. Ia tidak menguca
ara Arjuna memecah keheninga
dengar proyek resort di Bali terancam bat
direktur utama, harusnya yang pertama bica
proyek ini. Kenapa bisa jadi begi
"I-itu... ada masalah komunikasi, Kak.
tidak akan menarik diri tanpa alasan yang kuat. Saya sudah mendengar semua gosip tentang ketida
duk. Bima dan Indra
ng hanya memikirkan ambisi pribadi. Kalian berdua, Bima, Indra, telah gagal membuktikan kemampuan
gang. Arjuna mengh
ini, saya akan kembali mengambil alih kendali penuh. Saya akan memimpin rapat, sa
tot. "Tapi, Ka
menggelegar. "Dan keputusanku mutlak. Siapapun yang tidak setuju, silakan
kepemimpinan Arjuna, yang dulu selalu memancar, kini kembali.
berikan instruksi tegas kepada setiap direktur, dan menuntut laporan harian. Ia bahkan meminta asistennya unt
ngah terbuka, ia bisa mendengar semua yang terjadi. Ia tersenyum bangga. Ini dia,
r, meskipun harus dilakukan dari kursi rodanya. Ia memimpin rapat, meninjau laporan, dan membuat keputusan p
sisi semula, dengan pengawasan ketat dari Arjuna. Meskipun masih menyimpan dend
a melakukan presentasi yang meyakinkan, menjelaskan visinya, dan menjamin stabilitas perusahaan. Ia mem
itu masih setia menemaninya, membawa bekal makan siang, mengingatkan jadwal te
u sore, saat Arjuna baru saja menyel
idak seberapa. Ini semua b
a kan cuma memotivasi.
ntari telah menjadi penopang yang tak terduga. Ia tidak tahu bagaimana caranya, tetapi Ment
bayangan masa lalu yang menghantuinya, dan ia masih harus membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa berjalan kembali. Namun, setidaknya, sekarang