img Kekasih Bayaran  /  Bab 1 harus ia hadapi setiap hari | 8.33%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Kekasih Bayaran

Kekasih Bayaran

Penulis: Sutrisno
img img img

Bab 1 harus ia hadapi setiap hari

Jumlah Kata:3504    |    Dirilis Pada: 04/07/2025

arus ia hadapi setiap hari. Di tangannya, selembar surat peringatan berwarna merah terang terasa seperti bara api yang membakar. Tanggal jatuh tempo sudah lewat dua minggu,

ndirian, kini terancam akan "dijual" - sebuah eufemisme kejam untuk dipaksa bekerja di tempat

an halal yang Kartika tolak. Namun, penyakit paru-paru yang menggerogoti tubuhnya setahun terakhir telah merenggut tenaganya. Batuk-batuk yang semakin sering, napas yang memburu hanya dengan sedikit aktivitas, semua itu

pintu, bersandar pada kusen dengan napas terengah. Wajahnya pucat, lingkaran hitam di bawah matanya semakin pek

an pekerjaan." Tiara mencoba tersenyu

masalah ini, Nak. Jangan terlalu dipikirkan. Kita pasti menemukan jalan keluarnya." Nada suaranya penuh

tu semakin menumpuk. Mereka bilang, kalau besok tidak dibayar

menetes dari mata Kartika, membasahi bahu Tiara. Ini adalah pertama kalinya Tiara mel

arus ia lakukan? Semua tabungannya, hasil kerja serabutan dari menjadi pelayan kafe hingga penjaga toko kelontong, tidak cukup. Jumlahnya bahkan tak sampai sepe

Adrian adalah putra dari pemilik jaringan hotel mewah di kota itu, seorang pria yang jauh di atas "liganya", seperti yang selalu teman-teman Tiara katakan. Mereka bertemu beberapa kali secara tidak sengaja di kafe tempat Tiara bekerja dulu. Adrian selalu sopan, selalu member

di kafe, Adrian datang dan duduk di meja favoritnya. Sete

rus berkata apa, tapi... saya sangat tertarik padamu. Buka

diam, terkejut. Ia tak t

jangan ragu untuk menghubungi saya. Saya akan melakukan apa pun yang saya bisa." Ia lalu meninggalkan kartu namanya, selembar kartu

berpikir untuk menghubungi Adrian. Namun kini, di ambang kehancuran, janji Adrian

Harga diri? Kehidupan ibunya jauh lebih berharga daripada harga dirinya yang remuk. Dengan tangan gemetar, Tiara meraih ponselnya, mencari kartu nama yang

ali sebelum sebuah suara berat, n

ama?" Suara Tiara serak

ujung telepon. "Ya,

enyebutkan nama lengkapnya, meski i

menelepon. Ada apa?" Ada nada antusiasme yang jelas dalam suara A

n sisa-sisa keberaniannya. "Adrian, sa

apa? Katakan saja. Di mana kamu

uimu besok. Di tempat yang tidak terlalu ram

sa kita bertemu? Jam sepuluh pagi?" A

menyetujui. "Teri

Sampai besok." Suara Adrian terdengar menenangkan, namun Tiara

Ia mencoba tampil serapi mungkin, meski hatinya terasa seperti kain yang baru saja diremas-remas. Ia meninggalkan ibunya yang masih

la, menyeruput kopi sambil membaca tablet. Ia mengenakan kemeja biru muda yang rapi dan celana bahan yang mahal. Aura kemewahan dan kepercayaan diri ter

gat merekah di wajahnya. "Tiara, kamu datang." Ia berdir

a pelan, matanya menghindari tatapan Adria

a tenggorokannya kering, kata-kata tercekat di lidahnya. Adrian menunggu den

a." Ia akhirnya mengangkat kepala, menatap mata Adrian yang teduh. "Rumah kami... akan disita besok. Dan ibu say

sama, raut wajahnya berubah se

palanya tertunduk lagi. Angka itu

satu setelan jasnya, atau bahkan kurang. Namun bagi Tiara, itu ada

juta, ya..." Ia terdiam sejenak, membuat Tiara semakin gelisah. A

lanya, menatap Tiara lurus di ma

n. Tiara mengangkat kepalanya, tatapan penuh hara

"Tentu saja. Tapi

menduga ini. Tidak ada makan siang gratis di

emua utangmu, Tiara. Tidak hanya tiga puluh juta itu, tapi semua yang membebani keluargamu.

a harapkan. Beban di pundaknya terasa sedikit terangk

ian, suaranya sedikit mengeras

enjadi kekasih? Atau... lebih dari itu? Otaknya berputar cepat, mencoba mencerna makna di balik kata-kata Adri

aku'?" Tiara memberanikan diri bert

u akan menyediakan semuanya untukmu. Pakaian, makanan, tempat tinggal yang nyaman. Kamu tidak perlu lagi

menjadi istri, bukan kekasih dalam arti romantis, melainkan... seorang wanita sim

encintaimu," Tiara berbisik,

ting. Yang penting, kamu bersedia. Kamu akan mendapatkan semua yang kamu butuhkan, dan ibumu akan

unya yang wajahnya semakin kurus, ibunya yang sebentar lagi bisa diusir dari rumahnya sendiri. Dibandingkan dengan penderitaan ibunya,

da

Ini adalah keputusan tersulit dalam hidupnya. Keputusan yang akan mengubah segalanya. Ia aka

erbisik, suaranya

us, Tiara. Kamu membuat keputusan yang tepat. Aku akan mengurus semuanya hari ini juga. Kita akan langsung pergi ke nota

ggaman Adrian. Ia tahu, mulai saat ini, hidupnya tidak lagi menjadi miliknya sendiri.

apkan, berisi rincian "kesepakatan" mereka. Tiara membaca sekilas, namun otaknya terlalu kalut untuk mencerna setiap pasal. Yang ia pahami hanyalah bahwa ia akan menjadi tanggungan Adrian, dan s

uruhnya menunggu di mobil. Ia hanya menerima kabar dari Adrian melalui telepon bahwa semuanya su

t paling prestisius di Jakarta. Luas, modern, dengan pemandangan kota yang memukau. Jauh berbeda dengan

uhanmu di sini. Anggap saja ini rumahmu sendiri," kata Adrian d

mengangguk kaku

n. Nanti malam, kita akan makan malam bersama." Ia menepuk pundak Tiara lembut sebelu

egera menghampiri Tiara. "Non Tiara pasti lelah, mari say

risi penuh dengan pakaian-pakaian baru yang bukan gayanya sama sekali. Pakaian mahal, gaun-gaun cantik yang ia tahu tak akan pernah ia kenakan dengan nyaman

ehidupan barunya. Kehidupan yang telah ia pilih, demi ibunya. Namun, hatinya terasa begitu kosong. Apak

enyah sebelum penyakit itu datang. Ia merindukan dirinya yang dulu, Tiara Lestari, seorang gadis sederhana yang bermimpi bisa bekerja keras dan

an orang-orang di restoran itu terasa seperti sorotan lampu panggung, membuatnya ingin bersembunyi. Adrian tidak peduli. Ia terus berbicara tentang bisnisnya, tentang rencana

sofa, menepuk tempat di sebelahnya, mengisyaratkan Tiara untuk duduk. Tiara duduk dengan c

lagi tentang apa pun. Hidupmu akan nyaman. Kamu bisa meminta apa pun yang kamu ingink

tannya terkoyak, bersamaan dengan tubuhnya yang tak berdaya. Ia hanya bisa memejamkan mata, membiarkan air mata mengalir, dan berpegangan erat

miliki kebebasan. Ia jarang keluar dari apartemen, kecuali jika Adrian mengajaknya. Hidupnya berputar di sekitar Adrian. Ia harus se

pernah membentak. Namun, kebaikan Adrian terasa dingin, transaksional. Adrian tidak pernah bertanya tentang perasaannya, ten

, memastikan ibunya mendapatkan perawatan medis terbaik. Setiap kali ibunya bercerita tentang kesehatannya yang membaik, tentang senyum yang kembali merek

rindukan kebebasan, kemandirian. Ia merindukan pekerjaan sederhananya, meski gajinya pas

erah. Ia telah membangun dinding tebal di sekeliling hatinya, mencoba untuk tidak merasakan apa-apa. Ia selalu be

ham

pagi hari, nafsu makan yang berubah, dan perutnya yang mulai membesar. Ketakutan luar bias

depannya sendiri, dan yang paling menakutkan, masa depan bayinya. Ia tahu, Adrian adalah pria yang tidak terikat.

ang pilihan yang ia miliki. Aborsi? Gagasan itu membuatnya mual. Mengandung bayi ini sendir

drian pulang dengan wajah ceria yang tak biasa. Ia langsu

!" katanya, matanya berb

rian? Dengan siapa? Ia tak perlu bertanya. Ia sudah tahu. Itu pasti tunangannya, wanita yang

iara terdengar sep

i janji pada orang tuaku. Tunanganku, Clara, dia wanita yang baik. Pernika

ntara itu, Tiara merasa seperti dicampakkan ke dalam jurang yang gelap. Ini adalah saatnya. Adrian akan menghempaskannya bak kerta

u, Adrian?" Tiara memberanikan

entu saja, kamu tidak perlu khawatir, Tiara. Aku akan tetap memberimu dukungan finansial. Tapi, tentu saja, kamu tid

kata itu, seolah tak percaya. "Kembali ke mana? Aku tidak punya si

suaranya. "Kamu masih punya ibumu. Dan aku tetap akan menanggung biaya pengobatan ibumu. Aku sudah menepa

rga dirinya, merelakan masa depannya, semua demi sebuah janji yang kini terasa begitu kosong. Ia hanyalah wanita sim

uah dari pengorbanannya, kini terasa seperti beban yang tak terhingga. Bagaimana ia

belas kasihan lagi. Ia tidak akan membiarkan dirinya diinjak-injak lebih jauh. Ia akan pergi. Pergi sejauh

angan yang tak pernah Adrian lihat sebelumnya. Ta

n pergi. Dan aku tidak akan meminta apa pun darimu lagi. Kamu bisa meni

ngkin menyangka Tiara akan memohon, menangis, atau memaksak

n apa pun," potong Tiar

barangnya secepat mungkin. Hanya sedikit pakaian dan beberapa barang pribadi yang ia punya. Semua gaun mewah da

s sebuah pesan singkat di atas secarik kertas, m

. Jangan m

ke jalanan Jakarta yang hiruk pikuk, kini dengan beban baru di rahimnya, namun dengan tekad baja di hatinya. Ia tahu, ia harus berjuang. Demi dirin

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY