di benaknya. Ia tidak bisa hanya duduk diam. Dengan satu panggilan telepon, ia menginstruksikan Hendra, asisten pribadinya yang setia dan efisien, untuk seger
kemari, segera," perintah Arjuna dengan suara dingin d
seperti itu, berarti situasinya genting. Dalam waktu kurang dari dua jam, Hendra berhasil menemukan toko kelontong tempat Risa bekerja. Ia datang
akan terasa lebih berat. Ia mencoba mengabaikan rasa mual yang sesekali datang. Hidupnya kini adalah perjuangan setiap hari, berjuang demi dirinya dan nyawa kecil di dalam rahi
t terkejut melihat dua pria berbadan besar berpakaian serba hitam berdiri di depannya. Di
nya Hendra dengan na
ning, curiga. "Iya,
salah satu pengawal maju, menc
mencoba melepaskan diri dari cengkeraman tangan kuat itu. Keranjang bawang
a ingin tahu. Bisik-bisik mulai terdengar. "Ada apa itu?" "Anak ini kenapa ya?" "Pasti ada mas
npa ekspresi, seolah tidak peduli dengan keributan
a apa lagi sekarang? Ketakutan bercampur amarah menyelimuti dirinya. Ia berusaha me
, air mata mulai menggenang di matanya. Ia tidak ingin meng
tanpa ampun, Risa ditarik paksa. Langkah kakinya terseret di tanah yang becek. Ia melihat Bu Siti
nunggu. Pintu dibanting tertutup, mengisolasi Risa dari keramaian dan tatapan menghakimi. Air ma
p keluar jendela, mencoba mencari tahu ke mana mereka membawanya. Gedung-gedung tin
yang terukir elegan di bagian atas. Risa pernah melihat gedung ini di televisi atau majalah lama. Ini adalah markas besar
aneh. Risa merasa sangat kecil, kotor, dan tidak pantas berada di tempat semewah ini. Ia terus meronta, namun cengkeraman
ening membentang di depannya. Di ujung koridor, ada sebuah pint
kakan pintu, dan me
duduk di balik meja kaca besar yang mengilap, membelakangi jendela raksasa yang menampilkan panorama Kota Jakarta. Ia mengenakan
a sudah menahan semua ini terlalu lama. Ia tidak peduli siapa pria ini, ia tidak peduli s
ak tangannya keras ke meja kaca pria itu. Suara
li mengalir di pipinya, namun kali ini bukan karena kesedihan, melaink
Tatapannya dingin. Kaku. Sama sekali tidak ada jejak emosi. Seolah Risa
ranya datar dan tenang, kontr
mbentak. "Aku mau penjelasan!
dapi anak kecil yang rewel. "Jangan buang waktuku,
dari bibir pria itu dengan nada menuduh. Tubuh Risa menegang. Ia terdiam. Hatinya bergetar, bukan hanya karena marah, tapi juga
ankan. "Kau... kau bertanya kenapa aku hamil?!" Suara Risa tercekat. "Kau pikir i
api aku tidak akan membunuhnya seperti yang mungkin kau harapkan!" Kata-kata itu keluar begitu saja dari bibirnya, sebuah tuduha
eluar dari balik meja, mendekati Risa. Setiap langkahnya terasa seperti pukulan bagi Risa.
tajam, berdiri hanya beberapa langkah di depannya. Matanya menatap tajam k
Ia memang gadis desa, ia miskin, tapi ia punya harga diri. Ia bukan wanita murahan yang bisa dituduh sembarangan. Ia
r pipi Arjuna keras. Suara tamparan itu memenuhi ruangan, bergema di antara dinding-dinding k
ar kencang. Arjuna tidak bergerak, tidak membalas. Ia hanya menatap Risa dengan mata yang kin
ahkan tidak tahu siapa kau! Aku bahkan tidak tahu... kalau nama malammu itu Arjuna!" Ia menunjuk jari telunjutan dan kemarahannya. Gadis ini... berani sekali! Tapi ada sesuatu dalam tatapan Risa, dalam keputusas
ada nada lain dalam suaranya, seolah ia sedang menguji
duli kau siapa! Yang aku tahu, kau adalah pria yang telah menghancurkan hidupku! K
ya. Ia memang merenggut. Ia memang pergi. Dan sekarang, ia memang menuduh. Na
am itu. Tapi kau tahu betul, kau tidak datang ke klub itu dalam keadaan tak berdaya. Kau ada di sana atas ajakan te
suaranya meninggi. "Aku datang ke Jakarta untuk mencari orang tuaku, bukan untuk hal ini! Kau pikir aku menginginkan ini sem
jam. Ia akui, ia memang sombong. Ia memang kejam, setidaknya di mata Risa.
luka, bukan penipuan. Bisikan kecil di hatinya, yang selama ini ia coba bung
tidak akan mencapai apa-apa dengan saling berteriak seperti ini. Kita perlu bicara baik-baik. Ada b
an dituduh? Namun, ia tahu ia tidak punya pilihan. Ia sendirian. Pria ini, entah mengapa
a Risa, suaranya sudah tidak setajam
kebenaran. Dan kita akan mencari solusi. Tapi aku tidak akan mem
nan ini akan sangat sulit. Terjebak dalam intrik orang-orang kaya, dan sendirian menangg