sebuah apartemen mewah di pusat kota, suasana terasa dingin dan senyap. Di sanalah Dewi duduk termenung, matanya yang sembap menatap
san yang mendalam, hanya sebuah pesan singkat yang dingin. "Maaf, Dewi. Aku harus kembali pada seseorang dari masa lalu." Kalimat itu, singk
rang gadis dari keluarga sederhana yang bekerja keras sebagai desainer grafis, merasa seperti Cinderella yang menemukan pangerannya. Ia tidak pernah berpikir dua kali saat Pr
paling serasi. Namun, saat hubungan itu memasuki tahun kedua, Dewi mulai merasakan kejanggalan. Pratama seringkali menghilang tanpa kabar, alasannya selalu sama, "urusan bisnis yang mendadak." Dewi, yang
hanyalah tempat singgah bagi Pratama. Hatinya, layaknya jentera usang yang b
ewi tanpa mengetuk, ia khawatir saat Dewi tidak membalas satupun pesannya sejak dua hari yang lalu. Rara langsung mendeka
Rara erat, isak tangisnya memenuhi ruangan. "Kenapa, Ra? Kenapa
n kekuatan melalui sentuhan. "Kamu tidak salah, D
natap pantulan dirinya. Wajah yang dulunya penuh senyum, kini terlihat kuyu dan puca
gumamnya pelan. "Sekarang, ak
partemen ini, setiap lagu yang ia dengar, setiap makanan yang ia masak, semuanya mengingatkann
gal di tempat yang penuh dengan kenangan palsu. Ia kembali ke rumah orang tuanya d
khawatir. Ibunya tidak pernah menyukai Pratama. Katanya
i, mencoba terdengar tegar
h bilang, Dewi. Laki-laki seperti itu hanya berma
an Ibunya. Ia yang bodoh,
amun, nasib buruk sepertinya belum mau beranjak dari hidupnya. Saat ia sedang presentasi di kantor klien, tiba-tiba seor
h, jadi ini yang disebut 'desainer grafis terbaik'? Pantas saja Pr
terdiam, menatapnya dengan pandangan campur aduk, antara kasihan dan p
dak pantas untuknya," bisik Clarissa, sebe
tahu, bahwa keluarga Pratama pun akan ikut campur. Pratama Abisatya,
Abisatya. Isinya, sebuah peringatan agar Dewi tidak lagi menggang
ca surat itu berulang kali. "Mereka melihatku sebagai paras
yadari, bahwa selama ini ia tidak pernah benar-benar ada di mata keluarga Prata
aan dari Clarissa terus menghantuinya. Setiap kali ia melihat pasangan yang bahagia, hatinya terasa perih. Ia merasa bodoh, merasa hina. I
depan layar komputernya. Desain yang ia buat terasa hambar
rnama Abisena Group. Dewi terkejut, nama itu terasa asing. Ia mencari tahu tentang perusahaan itu, dan ternyata, itu adalah salah sa
. Entah kenapa, nama
dak punya pilihan lain. Ia harus bangkit, demi dirinya sendiri. Ia harus membukti
angit yang menjulang tinggi, dengan arsitektur modern yang memukau
ngat. "Saya Reza Abisena, CEO dari perusahaan ini. Saya
tidak sekharismatik Pratama, tetapi ada aura ketulusan yang terpancar dari matany
wi, sedikit canggung. Ia masih bel
amah. "Dewi, saya tahu kamu punya bakat luar biasa. Tapi say
. Bagaimana R
a pikirannya. "Bukan untuk mengorek masa lalumu, tapi untuk mem
tidak tahu har
"Tapi saya ingin kamu tahu, tidak semua laki-laki itu
a Dewi. Janji yang baru, datang dari seorang pria yang baru ia kenal. Haruskah
ulusan, sebuah harapan baru yang perlahan muncul di hatinya yang hancur. Akankah ia