img Hasrat Aneh Rahasiaku  /  Bab 7 Hasrat 7 | 36.84%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 7 Hasrat 7

Jumlah Kata:1479    |    Dirilis Pada: 14/09/2025

, berkelip seperti bintang. Aroma sate terbakar di atas arang bercampur dengan wangi melati yang digantun

di kondangan. Ia menunduk sebentar, merapikan kemejanya, lalu tersenyum sekilas ke arahku. Senyum

seseorang mem

e

rapi. Sekilas, ia tampak seperti Dela yang dulu, sahabatku yang hangat.

gku me

n. Tak duduk di bangku utama, mereka memilih sudut yang sedikit terpisah.

u, itu seperti d

aman. Seperti pasangan muda yang baru belajar datang ke pesta bersa

nya menunduk pada piringnya, Alfian tampak sibuk memotong sate. Tak ada

uanya seperti menjauh, teredam. Yang tersisa hanya pemandangan itu: sahabatku da

rasa marah, sedih, cemb

k sadar betapa kalut isi kepalaku. Tapi senyum itu hambar, hany

ela jalan sama Pak Darma, ya?" bisik Rik

ja. Kan sama Alfian. Toh tetap a

khir ini aku sering lihat dia yang ngan

g tak seorang pun di kampung ini tah

s yang merayap di dada. "Husss, jangan suka gosip

h mengalun riang. Tapi di kepalaku, suara itu terasa

hampir kosong. Alfian condong sedikit ke arahnya

i berbisik, suara

anak sama i

rip sepasang kekasi

usuk telingaku lebih ker

ri-jari terasa dingin. Lina menepuk lenganku pelan. "Udah,

enyum. Tapi mata ini tak bis

ela. Dan Dela... senyum itu. Senyum yang dulu serin

u tahu betul bagaimana ia memandang ketika menyayangi seseorang. Dan mal

al

an. Tapi kakiku seakan menempel di tanah, hanya mampu d

dari tenda. Kursi terbatas, kasihan melih

enyum yang biasanya selalu ia berikan padaku sejak kecil. Senyum yan

ku s

an pernah merajut kasih, walau hanya sebentar, dan berpisah baik-b

sik dangdut koplo menggema, lampu sorot berputar meman

pa yang naksir siapa, rencana jalan-jalan setelah panen, gosip sabung

mencari-cari mereka. Di sela kerumunan, aku masih bisa melihat pungg

n

buru. Tapi mengapa, j

ia yang tak bisa kusentuh. Dunia yang dulu mungkin pernah hampir menjadi milikku

MP. Kami berjalan santai, beriringan di jalan kampung yang mulai lengang

ia berjalan lebih lambat, seakan ingin memperpanjang waktu pulang. Ada sesuatu yang menenangka

-tiba, "ada yang an

gan. "Ah, nggak ada. Biasa aja. Wajar seka

ke toko tempatku kerja. Nah, sekarang selalu sama Alfian diantern

ruh di dada. Ingin rasanya melarang Irfan membi

liatan kayak ibu da

ng hanya diterangi bulan setengah. Rasanya ucapan itu memukul

arma malah kaya ayah dan anak gadisnya," ka

enjawab pende

seperti lampu rumah warga yang padam

sembilan loh," tanya Irfan lagi, nadanya

e mana lagi, Fan?"

mpung ada hiburan. Kamu

dah pulang. Tapi aku juga takut jika benar mereka masih di sana. Suara musik dari

kekar, gaya bicaranya kalem dan terkesan sangat nyantri-walau jelas bukan ustaz. Ada sesu

n setengah langkah di depanku, tubuh tegap dan beraroma har

sosok Dela dan Alfian. Pakaian mereka sama seperti di te

fian, ya? Mau ke mana

ak mengikuti dari jarak aman. Jalan kampung sepi, diapit kebun pisang, hanya suara serangga dan

fian berbelok ke jalan setapak jalan s

pucat, Alfian meraih bahu Dela. Tubuh mereka mendekat. Dan dalam

ganku spontan menutup mulut, menahan

at, seolah berkata tanpa suara: "Er

seakan runtuh di hadapanku. Dela, teman masa kecilku, yang dulu kugenggam tangannya di

atau menangis. Malam itu, di bawah ca

n langkah, dan ak

Kita lihat sampai mana?"

takut keta

elingaku. "Kalau orang lagi kasmaran, biasanya lupa diri,

menyeretku lebih dalam ke sesuatu yang tak ingin kulihat. Jalan setapak makin sempit, udara malam makin menusuk kuli

*

lanjutnya jika tidak siap mental menda

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY