Di pintu masuk rumah sakit, Wisnu Pangestu sedang menunggu. Berpakaian profesional dan mengenakan kacamata tanpa bingkai, dia dengan cemas berdiri di samping mobil Maybach.
Melihat Daniel keluar dari rumah sakit, Wisnu berlari menghampirinya. Pria yang biasanya tenang tampak gelisah hari ini. "Tuan Sudarsa, akhirnya Anda datang. Kita hanya punya waktu lima menit sebelum konferensi video internasional dimulai. Materinya ada di sini ...."
Daniel mengangkat tangannya untuk menghentikan kata-kata Wisnu.
"Tunda rapatnya."
Wisnu terkejut sesaat, lalu dia mengangguk dan berkata, "Baik."
Daniel selalu menghargai kerja sama ini. Wisnu tidak mengerti mengapa bosnya tiba-tiba menunda rapat itu.
Tanpa bertanya lebih banyak, Wisnu langsung menghubungi pihak lain.
Konferensi itu penting bagi Daniel. Dia telah mempersiapkannya sejak lama. Namun, saat ini, yang ada di benaknya hanya kata-kata Clara yang meminta cerai darinya.
Tiga tahun lalu, ayahnya mengalami serangan jantung, dan Clara yang menyelamatkannya.
Kedua orang itu langsung memiliki hubungan baik sejak awal. Begitu ayahnya mengetahui bahwa Clara menyukai Daniel, dia meminta Daniel untuk menikahi Clara.
Daniel menolak pernikahan ini pada awalnya. Akan tetapi, dia akhirnya berkompromi untuk memenuhi keinginan terakhir ayahnya.
Meskipun mereka sudah menikah, dia dan Clara tidak hidup seperti pasangan suami istri. Mereka hanya bersikap sopan satu sama lain. Dia tidak menyukai istrinya. Namun, seiring berjalannya waktu, Daniel mulai terbiasa dengan kehadirannya.
Dua bulan lalu, dia mabuk dan menghabiskan malam bersama Siska.
Dia mencoba mengatakan yang sebenarnya pada Clara tetapi tidak pernah memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya.
Ini semua salahnya. Dia berutang permintaan maaf pada Clara.
Daniel masuk ke dalam mobil dan menelepon Clara, tetapi tidak ada yang menjawab.
Dia kemudian menelepon rumah sakit tetapi mendapat kabar bahwa dia sudah pergi.
Daniel menjadi panik.
Tepat ketika dia hendak menelepon ke rumah, sebuah kotak kado indah yang diikat dengan pita satin menarik perhatiannya.
"Apa ini?"
Wisnu, yang duduk di kursi penumpang, berbalik. "Nyonya Sudarsa meminta saya untuk memberikannya pada Anda."
Wajah Daniel berseri-seri. "Apa kamu bertemu dengannya? Kapan dia memberikan ini padamu?"
"Tadi pagi."
Itu tepat sebelum kecelakaan mobil. Hati Daniel merasa kecewa.
Dia membuka kotak kado itu dan di dalamnya terdapat sepasang kancing manset yang sangat indah berbentuk ekor ikan paus.
"Hari ini adalah ulang tahun pernikahan Anda yang ketiga," ucap Wisnu, mengingatkannya.
Daniel menoleh dan menatap tajam ke arahnya.
Wisnu menyadari dia seharusnya tidak mengatakan itu. Dia memaksakan senyum dan berbalik. Merasakan tatapan dingin dari Daniel di belakangnya, Wisnu merasa gelisah.
Daniel menarik napas dalam-dalam dan menelepon sang kepala pelayan, Mardi Mustafa.
"Paman Mardi, aku akan pulang untuk makan malam. Tolong minta koki untuk menyiapkan semua hidangan favorit Clara. Omong-omong, dia sedang terluka. Pastikan semua hidangannya bergizi dan hindari makanan yang tidak sehat," ucapnya sambil mengelus kancing manset di kotak kado.
"Baik, Tuan."
"Apa Clara ada di rumah?"
"Tidak."
Setelah menutup telepon, Daniel mengerutkan kening.
Di luar sangat dingin, dan gadis itu sedang terluka. Ke mana dia pergi?
Daniel menelepon Clara beberapa kali, tetapi tidak ada yang menjawab.
Awalnya dia mengira Clara meminta cerai karena marah. Akan tetapi, sekarang Daniel menyadari bahwa dia serius.
Daniel memijat pelipisnya yang berdenyut. Dia bisa merasakan frustrasi menumpuk di dalam dirinya.