Di rumah lama Keluarga Widian.
Kediaman pribadi yang terletak di lereng bukit itu melambangkan keluarga kuno yang turun temurun sejak ratusan tahun. Dibandingkan dengan Grup Kuantum yang didirikan oleh Daniel, fondasi Grup Widian lebih tidak terduga dan tidak dapat diprediksi.
Hari sudah terang. Clara terbangun di sebuah kamar di kediaman itu.
Matanya terbuka lebar, dan dia melihat pemandangan yang tak asing. Aroma dan kehangatan rumah membuat matanya berkaca-kaca.
Sebelum dia menyadari apa yang telah terjadi, pintu kamarnya terbuka. Melihat seorang pria berambut abu-abu masuk, Clara tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia mengangkat selimut dan bergegas menghampirinya.
"Ayah!"
Teo Widian menghela napas dan membelai rambut Clara.
Meskipun Teo berpura-pura marah, rasa sayang dan belas kasihan untuk putrinya terlihat jelas di matanya. "Kupikir kamu tidak akan pernah kembali!"
Niko Widian masuk ketika dia mendengar suara Clara.
Niko terlihat seperti ayahnya, tetapi dia lebih menawan dan percaya diri daripada ayahnya yang tegas. Keduanya sama-sama mendominasi dan memancarkan aura yang berbeda.
"Ayah, Clara sudah kembali. Jangan marah lagi. Sudah berapa kali aku mengatakan bahwa Ayah seharusnya menunjukkan rasa bahagia Ayah?" Niko memutar bola matanya ke atas.
Teo memelototi putranya.
"Aku tidak pernah setuju Clara menyembunyikan identitasnya untuk menikah dengan pria itu. Dia bersikeras bahwa dia tidak akan mencampuradukkan urusan cintanya yang tulus dengan kepentingan uang. Seandainya kamu tidak mendukungnya begitu saja, aku tidak akan pernah membiarkannya menanggung penderitaan selama ini."
"Ayah, tenanglah. Anak muda selalu impulsif. Mereka akan melakukan apa saja demi cinta!" Niko mencoba menjelaskan.
"Maksudmu aku sudah tua?" Teo memelototi putranya lagi.
"Astaga! Aku tidak bermaksud begitu." Niko menggaruk kepalanya.
Clara tertawa dengan matanya yang berkaca-kaca ketika melihat ayah dan putra ini berdebat. Hidupnya kembali normal lagi. Dia sudah lama tidak merasakan cinta sejati dan kehangatan seperti itu.
"Ayah, Kak Niko, aku tahu aku salah. Ini semua salahku. Aku sudah membuat kesalahan besar. Aku menjadi keras kepala karena ingin bersama Daniel. Aku baru menyadarinya setelah menderita selama ini, tapi aku yakin tentang menceraikannya. Mulai sekarang, kami berdua tidak akan memiliki hubungan apa-apa lagi."
Teo memeluk Clara dengan erat. Dia merasa kasihan pada putrinya yang malang. "Itu benar. Bukankah Grup Widian kita cukup baik? Apa yang kamu lihat dari Grup Kuantum itu? Dia tidak pantas untukmu sedikit pun."
Niko tersenyum pada Clara dan mengacungkan jempol padanya.
"Aku sudah memiliki rencana untuk mengundang semua orang kaya dan berpengaruh di Kota Baiduri ke sini malam ini dan secara resmi memperkenalkan adikku pada mitra kita. Bagaimana menurut Ayah?"
Teo mengangguk puas. Ayah dan anak itu dengan cepat mencapai kesepakatan. Teo juga ingin mengadakan perjamuan untuk merayakan kepulangan putrinya yang manis setelah mengalami penderitaan.
Tak lama, Teo memperhatikan pakaian Clara dan menepuk pundak Niko. "Kamu bukan kakak yang baik! Bagaimana bisa kamu membiarkan Clara mengenakan pakaian murah seperti itu? Apa kamu tidak berpikir untuk mengganti pakaiannya ketika membawanya pulang?"
"Aku sudah meminta seseorang untuk menyiapkan pakaian untuknya." Niko telah mengatur segalanya sebelumnya. "Clara, aku sudah menyiapkan banyak pakaian yang dibuat khusus dari toko favoritmu. Kamu bisa memilih pakaian apa pun yang kamu suka. Simpan yang menjadi favoritmu dan buang sisanya."
"Terima kasih, Kak Niko." Clara tersenyum dan memeluk kakaknya.
Cinta dan tawa memenuhi udara. Mereka bertiga mengobrol sebentar. Kemudian, Niko dan Teo pergi untuk membahas detail perjamuan itu.
Sebelum keluar dari kamar, Niko menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Omong-omong, apa kamu ingin aku mengundang Daniel Sudarsa?"
"Kenapa tidak?" tanya Clara, mengangkat satu alisnya.
"Bagus! Itu baru adikku." Niko merasa lega mengetahui bahwa Clara telah kembali menjadi dirinya yang riang.
Setelah keduanya pergi, dokter pribadi Keluarga Widian melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Clara. Setelah memastikan bahwa dirinya dalam keadaan sehat, Clara pergi ke ruang makan untuk sarapan.
Para pelayan datang satu demi satu dan meletakkan berbagai macam makanan lezat di atas meja. Clara bertekad untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa lalunya. Oleh karena itu, dia mulai makan dengan gembira.
Memasukkan sesendok kaviar ke dalam mulutnya, Clara dengan santai menyalakan ponselnya.
Matanya membelalak ketika melihat dua puluh panggilan tak terjawab dari Daniel.