engarah ke lapangan sekolah, tempat beberapa kakak kelas sedang bermain bola dengan semangat. Angin
mendadak. Jam ketiga dan keempat pun berubah menjadi jam kosong. Arya, ketua kelas yang biasanya cukup tegas kali ini memilih menyer
ng sekaligus peringkat satu untuk mata pelajaran bahasa di angkatan mereka itu sudah menuliskan semua jawabannya dan dengan senang hati membagi
aktu yang bersamaan. Dia tak pernah kekurangan energi untuk bergerak, berteriak, atau sekadar mengganggu sahabat-sahabat perempuannya. And
ai sahabat. Nayla masih ingat betul kejadian waktu mereka kelas tujuh, saat Revan mengalami kecelakaan motor. Dalam perjalanan menuju rumah Revan, Nayla menangis tanpa henti karena takut kehilangan s
lakang dan berdiri di sebelahnya. Dia ikut menatap lapangan denga
an, tapi tetap lebih tinggi dibanding Nayla. Rambutnya lurus dan hitam dengan warna kemerahan di bagian ujung karena terbak
jahnya dihiasi beberapa jerawat kecil di dahi dan sebuah tahi lalat kecil di bawah mata kirinya menjadi c
mam Nayla sambil menatap sisi jendela yang penuh coreta
Revan santai. "Masih Jumat ini, kan? Deadline-nya hari Minggu. Santai
caya. "Beneran mau bantuin? Gue baru bisa bik
af, gue bikin jadi satu novel," bal
ncubit lengan Revan yang melingkar santai di bahu
dah, tenang aja. Nanti gue bantuin kok. Sekarang jangan di p
sedang duduk melingkar bermain monopoli dengan riang. Meskipun Revan tahu betul bahwa Nayla bukan tipe yang
" Nayla menepis tangan Revan, lalu menyandarkan t
"Hmm... gue tau nih... pantesan betah banget di
" Nayla menatapnya de
di samping telinga Nayla, suaranya mengejutkan seluruh kelas. Ia
kup dekat dengan Reyhan karena mereka berada dalam ekskul yang sama yaitu sepak bola. Latihan ekskul gabungan antara siswa SMP dan SMA memang rutin dilakukan dan
memerah karena marah dan malu bercampur jadi satu. Tanpa pikir panjang, ia mulai
u meringkuk di bawah meja guru sambil menutupi tubuhnya dengan ala
usia salju aneh itu, hah?! Kapok nggak?!" Nayla menarik ke
akuan anjing-kucing khas Nayla dan Revan. Meski mulut mereka selalu saja berseteru, kedekatan mereka tidak perna
pooookk..." Revan terus berlindung di bal
ayla dan Revan. "Van, dicariin bang Reyhan tuh," katan
ah melindungi Revan membuat Nayla merasa dikhianati. Lelaki itu bahkan berdiri di d
ihak siapa!" Nayla mendekat rambutnya sudah acak-acakan
tral, nggak ikut kubu mana-mana. Gue masih sayang nyawa, nggak mau digebukin nenek ga
rena usianya, tapi karena kebiasaannya yang gemar mengomel tiada henti, seperti nenek-nenek yang kehilan
Reyhan muncul dengan seragam olahraganya, keringat masih menempel di pelipis namun senyumn
arnya tidak bisa ditahan. Sementara itu, Nayla dengan ekspresi sebal
kuda, cih." Nayla kembali duduk di
memanggil Revan dengan suara penuh semangat. Suaranya terden
ng nih, kita kurang orang. Hadiahnya keren banget, ada sponsornya
nanti nyusul ke lapangan." Revan menjaw
Revan sebentar. Lima belas menit lagi kan istir
-temannya yang sama sekali tidak merasa bersalah. Sebagai ketua kelas, Arya sudah
ikin berisik, godain Nayla mulu." Arya menunju
lu menoleh sebentar ke arah Nayla. Sebelum melangk
as lo dipasang tulisan
inggalkan kelas. Sementara itu, Reva
alak? Mana
ang ia temukan hanyalah Nayla, masih duduk di bangkunya dengan tatapan tajam yang seperti siap melemp
samb