nyala, menampilkan potret kebahagiaan palsu Dimas dan Rina. Setiap jengkal ruangan yang dulu terasa hangat dan penuh cinta, kini seolah mencek
atanya penuh kepanikan. Ia mencoba mendekat, tangannya terulur seolah ingin membantu Putri bangkit, namun Putri
njauhi Dimas seolah pria itu adalah wabah penyakit. "Bagaimana bisa kau melakukan ini,
serak. "Putri, tolong dengarkan penjelasanku. Ini tidak se
itu?!" Putri menunjuk ponselnya yang tergeletak di lantai. "Apakah kau akan
. Pemandangan Dimas yang selama ini ia puja, kini terlihat menjijikkan di matanya. Rasa cinta
gan jelas saat pertama kali ia mengenalkan Rina kepada Dimas. Itu sekitar setahun yang lalu, di acara ulang tahun pernikahan kakek dan nenek mereka. Rina, yang setahun lebih
miku, Dimas," kenang Putri saat ia tersenyum lebar, mem
ng, namun senyum manisnya segera terp
mnya hangat. "Halo, Rina. Senang akhirnya bisa
un tampak nyaman dengan Dimas. Ia tidak pernah sedikit pun menduga bahw
i tentang berbagai lowongan di bidang arsitektur, karena minatnya memang di bidang desain. Putri dengan senang hati membantu, memberinya
bosan di apartemen," Rina akan mengirim
Dimas juga baru pulang," jawab
i harus lembur dan Dimas sedang dinas luar kota. Putri percaya penuh pada Rina. Ia selalu menganggap Rina sebagai bagian dari keluarganya sendiri, bahkan lebih dari sekadar sepupu, layaknya adik kandung. Ia berbagi cerita tentang kebahagiaa
mi seperti dia," Rina pernah berkata dengan senyum polos, me
k melihat serigala berbulu domba yang
p potongan puzzle yang mungkin ia lewatkan. Ad
dalam Ruti
kat drastis. Alasannya selalu sama: "Meeting mendadak," "Proyek penting," "Harus mengurus klien di luar kota." Putri
utup. Ponselnya selalu dikunci, dan ia seringkali menerima telepon di luar kamar atau di balkon, berbicara deng
ri sebelumnya. "Ada urusan mendesak," katanya. Putri selalu mengiyakan, membantunya menyiapkan koper, bahkan menciumnya di amban
han pa
aya busananya menjadi lebih modis dan dewasa. Ia juga mulai memakai make-up, sesuatu yang jarang ia lakukan
esan Putri berjam-jam kemudian, atau mengatakan sedang sibuk dengan urusan keluarga. P
, namun ia mengabaikannya. Misalnya, sentuhan tangan yang sedikit terlalu lama saat menyerahkan sesuatu, atau pandangan mata yang leb
if? Ia mencintai Dimas dengan sepenuh hati, ia mempercayai Rina dengan segenap jiwa
as. Ia mencoba bangkit, berpegangan pada meja makan yang dingin. "Kau... kau adalah seg
an Putri, namun Putri menariknya menjauh. "Putri, kumohon, beri aku kesempatan. Aku
"Kau bersumpah di hadapan Tuhan, di hadapan orang tua kita, di hadapan semua orang, Dimas! Kau bersump
jahnya, namun Putri terlalu sakit untuk melihatnya. Yang ia lihat hanyalah seorang pen
getar. "Aku tahu ini tidak ada maafnya. Tapi kumohon, jangan menyerah pada kita. Ber
as terlihat tulus, namun itu tidak cukup. Tidak akan pernah cukup untuk m
pa, Dimas? Apakah kau ingin aku menjadi istri pertama yang hidup berdampingan dengan i
tri. Aku... aku akan mengurusnya. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan Rina. A
utri. Jika ia adalah "satu-satunya", lalu mengapa ada pernikahan lain? Me
dengan mata kepalaku sendiri. Video itu. Foto-foto itu. Apa
pecah, lebih hebat dari sebelumnya. Rasa sakit itu terlalu besar untuk ditanggung sendiri.
elalu menyayangimu, Rina. Aku menganggapmu seperti adik kandungku sendiri. Aku tid
i istri? Namun, setiap kali pertanyaan itu muncul, ia segera menepisnya. Ia tahu ia telah memberikan segalanya untuk Dimas. Ia adalah istri yang
Kemarahan yang membara, yang ingin ia luapk
serak, namun kini lebih tegas. "Kapan kau menika
tapan Putri. "Beberapa bulan yang lalu, Putri. Ak
gkit lagi, berdiri tegak meskipun tubuhnya masih gemetar. "Kau pikir aku bisa menerima ini?
n Rina, Putri. Aku bersumpah. Aku akan mengurusnya segera. Beri
n oleh rasa pahit yang lebih kuat. Bahkan jika Dimas menceraikan Rina, luka ini sudah terukir. Pengkhianatan ini sudah terjadi. Kepercay
h menakutkan daripada teriakannya sebelumnya. "Kepercayaan itu sudah hancur
gontai namun mantap. Dimas mencoba menghentikannya
tanpa menoleh. "Aku butuh sendiri. Ak
selama ini menjadi saksi bisu cinta mereka, kini terasa dingin dan asing. Ia meraih
agi hari, pelukan eratnya di malam hari, bisikan cintanya, semua itu kini terasa seperti kebohongan
kuat. Ia bukan wanita lemah yang akan hancur begitu saja. Ia adalah Putri Wijaya, arsite
membuka galeri, melihat foto-foto yang Lisa kirimkan. Foto Dimas dan Rina tersenyum bahagia
Ia melihat ada bebera
ahu, dan sepertinya mereka memang menikah. Aku sangat minta maaf ha
toran di luar kota beberapa minggu lalu. Awalnya aku kira itu bukan Dimas, tapi kemudian aku yakin. Mereka
ngirimkan semua ini. Tapi Putri bersyukur. Setidaknya ia tahu kebenarann
sar muncul di benaknya: Apa ya
uskah ia membuat perhitungan dengan mereka? Atau haruskah
antakan. Ia terlihat seperti seseorang yang baru saja melewati badai dahsyat. Dan memang
, berharap air itu bisa membasuh rasa sakit di hatinya. Tapi ti
alam kamus pernikahannya. Tapi apa lagi yang bisa ia lakukan? Bagaimana ia bisa hidup dengan seor
sisa kekuatannya. Ia harus bangkit. Ia tidak boleh h
n dirinya di cermin. Tekad mulai muncul di mata Putri, mengganti
dapi dunia? Bagaimana ia akan menjelaskan ini kepada orang tua dan keluarga besa
. Ia akan menggunakan otaknya. Ia akan mencari tahu lebih banyak, mengumpulkan
Kumohon, buka pintunya. Mari kita bicara." S
a. Hatinya terlalu sakit, pikirannya terlalu kacau. Ia butuh waktu. Waktu untuk menenangkan
itu akan terasa panjang, penuh air mata, dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban. Malam itu adalah awal dari babak baru dalam