han terakhir saat kita t
-
engatakan bahwa rumah adalah surga, tetapi baginya rumah terlampau tak pantas menyandang gelar seindah itu. Meski dari luar semua orang akan berpikir rumah Ganendralah tempat terbaik untuk melepas lelah dan bersenang-senang. Sudah besar, tentram, dan penghuninya pasti tak a
tap tajam ke arah Tara seolah di dalamny
kukan wanita paruh baya
l
but, baik yang di dapat dari Vandra, Kania, Fian, dan sekarang ibu
" bentakan keras keluar dari mulut Seina
juga pengen ada diposisi Kak Naya dikhawatirin sama Mama.' Tara mulai menyisihka
tahankan benteng ketegaran. "Nggak sengaja," ungkap Tara
u lakukan di sekolah hari ini!" setelah Seina terdiam suami
an dada, Santai sekali. "Anak kalian saja yang terlalu lemah!" pekik Tara menatap sekilas orang yang sedang dibela mati-matian oleh orangtuanya, tetapi dirinya tidak bisa menyalahkan sang kakak. K
selaku mata-mata dalam hidup Tara ikut menyudutkan sang adik. Semua pe
ak kapan Kak Fian nganggap gue keluarga? Oh ... gue tau lo sakit, yah, sampai ngomong yang ngaco gitu?" ungkapan Tara sukses membuat Fian kehabisan kata-kata. Memang benar Tara belajar perihal sopan dan tata kram
pat agar Tara menyiapkan topangan yang kuat untuk mendengar segalanya, tetapi gadis itu sudah telanj
Naya sama seperti kami kehilangan Tiara gara-gara kamu!"
antun, karena kamu bukan bagian dari keluarga kami!" te
g nampung lo di sini?" Fian tersenyum licik ke arah
bersuara lagi. Ia tahu sekarang adiknya benar-benar hancur dengan perkataan orangtua dan juga
dengarkan semua hinaan dari kedua orang tua dan kakak tanpa b
i, Keluarganya sangat berlebihan yang ia lakukan di sekolah adalah hal yang tidak disengaja. Sudahlah ga
keluar dari persembunyian tanpa izin, gadis itu mengusap kasar air yang melekat di
ngat! Mah, Pah, Tara itu juga anak kalian, darah daging kalian. Naya harap kalian sadari hal itu." gadis itu m
-
Jakarta dengan mata menatap kosong hamparan bintang di langit, tangannya
n kamu anak
nak pemb
kan bagian dari
ghormati orang yang ud
, gadis itu hendak menghisap rokok yang diteteng, tetapi seseorang tiba-
okok!" tegur lelaki yang ki
Tara tanpa menoleh ke sumber suara yang tengah mengganggu ketenangannya. Gadis i
lo nggak kasihan sama keluarga lo, merek
erkataan lelaki asing itu benar-benar terjadi, Tara mungkin manusia yang merasa palin
jak dari posisi kemudian berjala
ant
ngkah Tara, baginya sangat tidak sopa
tanpa membalikkan badan, kini ia melanju
t muka ganteng gue, tapi liat aja besok lo bakal tau siapa gue?' bat
-
u turun dari kendaraan untuk membuka pagar karena tidak mau repot mengklakson
sempat ia matikan. kemudian, membawanya mas
menuju tangga yang mengarah ke lantai du
ulang jam segini," sindir
tanya Arka dengan nada terkesan dingin, tidak
dan berbalik ke arah pemil
yang begitu datar, "Apa urusan k
ngga yang melihat kamu pulang selarut ini, bahaya kalo sampa
seperti kalian mana mungkin punya rasa khawatir," balas Tara dirinya mulai muak dengan semua ini, i
" bentak Fian berdiri
gga satu persatu tanpa memperdulika
jalan ke arah balkon. Mata bermanik cokelatnya menatap kosong ke arah jalan ra
, Tara pengen dikhawatirkan sama, Papa, Mama, dan kakak-kakaknya Tara. Jika Tuhan nggak bisa ngasih itu, maka setidaknya buat mereka ngelihat aku sekali aja. Apa mungkin Tara hanya ditakdirkan
kring
engangkat telepon yang entah dari siapa, dirinya tidak berniat un
al
is nangi
yang meneleponnya selarut ini. "Eh, nggak kok, Kak, ya kali gue nangis, nggakla
ue tau lo habis nangis, lo abis di
ara menjeda ucapan untuk berpikir alasan yang cukup efektif
elepon. Jatuh dari motor sampai kulit lutut
um bisa cerita ke siapa-siapa, lo butuh waktu sendiri, dan maaf tadi gue nggak ada buat
ue yang salah, jadi tolong janji sama gue, be
, yah, keluarga lo. Gue aja sebagai kakak
ya keluarga gue benci sama gue,"
semua sadar. Udah, yah, Ra, ini udah larut malam, istira
mar suram milik ttak lupa menut
r dengan perasaan lega karena Rafael begitu menyayanginya, tetapi ia masih berharap suat