Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / Evocaier Chronicle
Evocaier Chronicle

Evocaier Chronicle

5.0

Vesteria, dunia yang pernah berjaya, kini berada di ambang kehancuran akibat ancaman Cataclysmaris-makhluk tak dikenal yang melampaui batas logika dan menelan peradaban dalam kegelapan. Di tengah kehancuran, Evocaier Order bangkit sebagai benteng terakhir, berjuang menutup Celah Abyssal, sumber kekuatan gelap yang memicu malapetaka dunia. Drifter, seorang pejuang Evocaier Order, menemukan artefak misterius-Black Cube, benda yang tampaknya hidup dan penuh teka-teki. Namun, kontak dengan artefak itu mengubah segalanya. Ia terlempar 700 tahun ke masa depan, ke dunia yang asing dan penuh keajaiban baru. Kini, Drifter harus menyesuaikan diri di Verm Evocaier Academy sambil memecahkan misteri Black Cube. Apakah artefak itu benar-benar membawanya melintasi waktu, ataukah itu sekadar ilusi kekuatan gelap yang belum ia pahami? Apakah ia menemukan kunci untuk menyelamatkan dunia atau membuka jalan menuju kehancuran yang lebih dalam? Dalam perjalanan ini, Drifter menghadapi teka-teki waktu, takdir, dan keputusasaan, berjuang menemukan jawaban di antara cahaya dan kegelapan.

Konten

Bab 1 Chapter 1: Operation to Retake Paxluma

Pembukaan:

Di zaman yang hilang dalam kabut waktu, Kerajaan Elysium bangkit menuju kejayaan tak tertandingi, memerintah wilayah Vesteria. Di jantungnya berdirilah Paxluma, sebuah kota yang penuh dengan kemuliaan ilahi-cerah dan mempesona. Itu lebih dari sekadar pusat pemerintahan; itu adalah mercusuar budaya, sihir, dan inovasi tanpa batas. Penduduk Vesteria mengendalikan energi mistik yang dikenal sebagai Evocyte, dan mereka yang menguasainya disebut Evocaier. Jalan-jalan kota itu dipenuhi kehidupan, dengan para Evocaier terampil berjalan di antara orang-orang, kekuatan mereka menggerakkan kemajuan, dan menara-menara kota menjulang ke langit seperti simbol harapan dan kemajuan.

Namun, era keemasan ini dihancurkan dengan brutal oleh kedatangan Cataclysmaris-makhluk mengerikan dari kehampaan. Serangan mereka menandai datangnya zaman kegelapan yang tiada henti. Dengan keganasan yang tak tertandingi, Cataclysmaris menghancurkan Paxluma, mengubah jalan-jalan yang dulunya megah menjadi padang tandus. Amukan mereka melanda Vesteria, memusnahkan hampir setiap sudut dunia dan menenggelamkan tanah itu dalam keputusasaan mendalam.

Setelah kiamat ini, harapan tampaknya padam. Tanah itu tergeletak dalam puing-puing, dan rakyatnya, yang hancur dan kehilangan semangat, menghadapi kegelapan yang semakin mendekat dan mengancam untuk menelan segalanya.

Namun, dari abu keputusasaan ini, cahaya baru muncul-Evocaier Order. Dibentuk dari sisa-sisa organisasi terbesar Elysium-Mage Association, Holy Knight Covenant, dan Eye of Elysium-mereka bersatu dalam tujuan yang sama. Dengan kebijaksanaan Shining Virtue, kecemerlangan strategis Cal Vatheriael, dan kekuatan Alev Theador, Evocaier Order menjadi benteng perlawanan, bersatu dalam upaya tanpa henti untuk mengalahkan Cataclysmaris dan mengembalikan harapan bagi dunia.

Melalui keberanian dan ketekunan, Evocaier Order meraih kemenangan monumental. Mereka berhasil mendorong mundur kegelapan, menutup Celah Abyssal di seluruh dunia-mulai dari padang pasir yang tandus hingga tundra yang beku. Setiap kemenangan menyulut secercah harapan di hati para penyintas.

Namun, tantangan terakhir dan paling menakutkan masih menanti-pusat dari ancaman Cataclysmaris yang terletak di kota Paxluma yang hancur. Kini menjadi puing-puing yang terlupakan, tempat ini adalah Celah Abyssal terakhir dan terbesar. Bisikan teror kuno mengisyaratkan adanya kejahatan yang masih tersisa, sumber sejati dari Cataclysmaris, terkubur dalam reruntuhan kota yang rusak.

Dengan celah-celah Abyssal yang telah tertutup dan kekuatan mereka yang diperbarui, Evocaier Order kini berdiri di ambang misi yang paling krusial. Mereka bersiap untuk menghadapi kegelapan dari sumbernya dan menghapuskan kejahatan yang membusuk di dalam reruntuhan Paxluma. Tekad mereka tak tergoyahkan, keberanian mereka tak terkalahkan, karena mereka menghadapi bayangan yang dulunya menyelimuti mercusuar harapan.

[Lokasi: Reruntuhan Paxluma, Tahun 381 Ad Felicitas]

Udara Paxluma terasa berat di paru-paru Drifter, setiap tarikan napas membawa aroma debu dan kehancuran. Matanya menyapu pemandangan di hadapannya - reruntuhan kota suci yang kini hanya menyisakan bayangan kejayaannya. Batu-batu retak di bawah kakinya membentuk pola seperti pembuluh darah yang telah lama mati, mengingatkannya akan kerapuhan eksistensi manusia.

Di kejauhan, Shining Virtue, sang Grandmaster pertama, berdiri tegak dengan rambut pirang keemasannya yang berkilau di bawah langit kelam. Telinga Elven-nya yang lancip bergerak lembut, menangkap setiap detail suara dalam keheningan yang mencekam. Drifter mengamati bagaimana mata emas sang Grandmaster memancarkan tekad yang tak tergoyahkan.

"Berdirilah teguh," suara Shining Virtue membelah kesunyian.

"Cahaya dalam diri kita akan menang, bahkan melawan kegelapan ini."

Radiantella Solarion, tombak cahayanya, berkilau di tangan sang Grandmaster. Rune-rune di permukaannya berdenyut dengan kehidupan sendiri, memancarkan cahaya yang menembus kegelapan seperti mercusuar harapan terakhir.

Drifter merasakan kehadiran rekan-rekannya di sisinya. Jaden berdiri dengan armor hitam dan emasnya yang bergetar penuh energi. Otot-otot lengannya menegang, siap menghadapi pertempuran yang akan datang. Vina di sisi lain, jubahnya berkibar lembut, jari-jarinya menari dengan sihir cahaya yang berkilauan. Mata ungu gelapnya menatap tajam ke depan, setiap gerakan calculated dan penuh perhitungan.

Dingin menusuk tulang, tapi bukan hanya dari udara. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap yang mengintai di balik bayangan. Drifter merasakan energi magis berderak di ujung jarinya, seperti listrik yang siap meledak.

"Seperti biasa, mari kita selesaikan," bisik Jaden, suaranya parau dan tertahan.

Drifter mengangguk pelan, matanya terfokus pada Celah Abyssal yang menganga di kejauhan - sebuah monster hitam yang menunggu dengan amarah tak terbatas.

"Celah abyssal terakhir, akhirnya," gumamnya, suaranya sedingin es yang mengkristal.

Vina bergerak dengan keanggunan yang hanya dimiliki oleh seorang praktisi sihir berpengalaman. Tangannya merogoh ke dalam tas kulit tua yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Jari-jarinya yang kurus namun kuat mengeluarkan Elysian Wardstone, batu mistis berwarna biru yang bersinar redup.

"Iya... semoga kita berhasil," bisiknya, suaranya lembut namun penuh keyakinan.

Satu per satu, Vina membagikan Wardstone kepada mereka. Setiap perpindahan batu adalah momen yang intim - pertukaran janji tak terucap di antara rekan seperjuangan. Drifter merasakan getaran halus dari batu itu saat menyentuh telapak tangannya, denyut energi yang berirama dengan detak jantungnya sendiri.

"Bagaimana denganmu?" Drifter menangkap kilatan kekhawatiran di mata gelap Jaden saat bertanya pada Vina.

"Aku udah ada kok, kita semua harus selamat ya," jawab Vina, suaranya bergetar sesaat sebelum kembali menemukan kekuatannya.

Di kejauhan, suara Shining Virtue kembali membelah udara.

"Hari ini, kita bawa pertempuran ke mereka. Hari ini, kita tidak mundur!"

Sigil bercahaya meledak di udara, membentuk armor yang berkilauan. Drifter mengamati setiap garis dan lekuk yang terbentuk - masing-masing menceritakan kisah pertempuran yang tak terhitung jumlahnya.

Energi biru mengalir melalui tubuh Drifter, familiar namun tetap menggetarkan. Armor hitamnya memeluk tubuhnya seperti kulit kedua - dingin, keras, tak tertembus. Jubah hitamnya berkibar ditiup angin, ujungnya menyentuh udara seperti bayangan yang hidup.

"Semoga Sang Pencipta memberkati kita," bisiknya, kata-kata kuno yang telah menjadi ritual pribadinya sebelum setiap pertempuran.

Exaltare terwujud di tangannya - pedang abu-abu gelap dengan lengkungan yang mengingatkan pada tanaman buas, ujungnya seperti cakar yang siap mencabik. Energi biru berdetak sepanjang bilahnya, ukiran magis menyala dengan kuasa yang tak terbatas. Drifter merasakan koneksi familiar dengan pedangnya, seperti bertemu kembali dengan bagian jiwanya yang telah lama hilang.

Di sampingnya, Jaden mewujudkan greatsword hitamnya - "Nacht Zweihander". Api biru membara di sepanjang bilahnya, menciptakan bayangan yang menari di wajah pemiliknya yang tegang.

"Yoi," gumam Jaden, kata sederhana yang mengandung ribuan arti.

Vina mengangkat tangannya dengan gerakan anggun yang telah dilatih selama bertahun-tahun. Perisai pelindung terbentuk di sekeliling mereka - cahaya kuning lembut namun kuat, seperti selimut hangat yang melindungi dari badai yang akan datang.

"Berhati-hatilah, kalian berdua," pintanya, suaranya tenang namun mengandung otoritas yang tak terbantahkan.

Angin berdesir di antara puing-puing, membawa aroma logam terbakar dan kehancuran yang terlalu familiar bagi Drifter. Ia bergerak dalam harmoni sempurna dengan Jaden dan Vina, tubuh mereka berkoordinasi dalam tarian perang yang telah dilatih ribuan kali.

Exaltare berkilau setiap kali cahaya menyentuhnya, bilah logamnya bergetar dengan energi tersembunyi yang hanya bisa dirasakan oleh Drifter. Api biru pada Nacht Zweihander milik Jaden berputar dengan presisi matematis, sementara cahaya Vina membungkus mereka dalam pelindung tak kasat mata yang bergetar dengan intensitas mematikan.

Udara bergetar dengan ketegangan yang tak terucapkan. Drifter melihat Vina mematung di sampingnya, iris ungu gelapnya bergerak waspada, mengikuti setiap gerakan makhluk aneh berwarna hitam yang berkedip di antara dimensi. Bayangan bergetar, membelah ruang seperti kaca yang retak.

Langkah mereka menggema di antara reruntuhan kota. Drifter merasakan udara di sekitarnya menjadi semakin pekat, seolah tersedot oleh sesuatu yang jauh di depan. Cataclysmaris berdetak di kejauhan, denyutannya terasa seperti nadi raksasa yang tersembunyi di bawah tanah.

"Mereka datang," bisik Drifter, mengamati perubahan di udara dengan mata yang telah terlatih oleh ratusan pertempuran.

Raungan membelah udara, getarannya menggetarkan setiap batu bata dan puing di sekitar mereka. Dari celah dimensi yang terkoyak, Othrupinel-class muncul - makhluk dengan tubuh yang bergerak melawan setiap logika geometri yang Drifter kenal. Tubuhnya bergeser dan terbelah, membentuk ulang dirinya sendiri seperti mimpi buruk yang mewujud. Tendril logam yang tajam menyambar, mengukir luka dalam di permukaan jalanan yang hancur.

Drifter mengamati mata merah mereka yang berkedip-kedip, setiap gerakan makhluk itu terekam dengan presisi pembunuh dalam benaknya. Di atas, langit hitam bergolak seperti sup yang mendidih. Gravephoma-Class melayang dengan angkuh, inti massifnya berputar dalam pusaran energi gelap. Akar merah dan ungu menggantung dari perutnya, seolah mencoba menyedot kehidupan dari tanah yang sudah mati.

"Blade Swarm," Drifter mengucapkan mantra itu dengan suara rendah yang hampir tak terdengar.

Sigil biru menyala di udara, berputar dengan kecepatan yang membuat mata biasa sulit mengikuti. Belasan pedang bercahaya meluncur dari udara kosong, jejak safir mereka membelah udara seperti hujan meteor. Setiap pedang bergerak dengan koordinasi yang sempurna, mengiris dan menghancurkan Cataclysmaris dengan presisi yang mengerikan.

"Wuih... mantap seperti biasa," Jaden melempar senyum singkat sebelum menyerbu maju, mengayunkan Greatsword-nya dalam lengkungan-lengkungan berapi yang mematikan.

Sihir cahaya milik Vina meluap keluar, membentuk perisai berkilau yang melindungi mereka. Drifter melihat bagaimana sinar energinya membekukan makhluk-makhluk itu di tengah serangan, membuat mereka rentan terhadap tebasan pedang berapi Jaden dan pukulan tepatnya sendiri.

Udara di sekitar medan pertempuran dipenuhi energi magis yang pekat. Cataclysmaris menjulurkan tendril-tendrilnya yang mematikan ke segala arah, menciptakan jejak-jejak kegelapan di udara yang berkabut. Drifter mengamati bagaimana rekan-rekan seperjuangannya bergerak dalam formasi yang telah dilatih ribuan kali. Para Venator berdiri tegak di posisi mereka, busur-busur mereka mengeluarkan panah-panah energi yang berkilauan dengan cahaya kematian. Sorcerer mengendalikan elemen dengan keahlian yang menakjubkan - api membara merah menyala, es berkilau biru membekukan, dan petir-petir biru dan ungu menyambar-nyambar seperti ular cahaya yang marah.

Para Mage dengan jubah putih mereka bergerak cepat di antara barisan, menciptakan perisai pelindung dan menyalurkan energi penyembuhan ke rekan-rekan mereka yang terluka. Rune Arbiter bergerak seperti bayangan di antara musuh, pedang dan belati sihir mereka hanya terlihat sebagai kilatan cahaya dalam udara yang pekat.

Jaden serta para Valiant mengayunkan Greatsword-nya dengan presisi mematikan. Setiap gerakan pedangnya meninggalkan jejak energi magis yang berdengung di udara. Di garis depan, Holy Knight berdiri kokoh, perisai-perisai mereka memancarkan cahaya suci saat menahan serangan demi serangan

Para Arcane Saber seperti dirinya yang bergerak dengan keanggunan yang mematikan. Pedang-pedang yang dikontrol mereka menari di udara, menciptakan formasi yang membelah Cataclysmaris seolah mereka terbuat dari kertas. Satu tangan mereka mengendalikan pedang dengan keahlian yang mengagumkan, sementara tangan lainnya melepaskan tembakan-tembakan energi yang selalu menemukan sasarannya dengan tepat.

Udara bergetar dengan ketegangan yang tak terucapkan. Drifter melihat Vina mematung di sampingnya, iris ungu gelapnya bergerak waspada, mengikuti setiap gerakan makhluk aneh berwarna hitam yang berkedip di antara dimensi. Bayangan bergetar, membelah ruang seperti kaca yang retak.

Sosok hitam muncul dari kekosongan - tidak sepenuhnya padat, tidak sepenuhnya cair. Drifter mengamati bagaimana tubuhnya berdetak seperti jantung gelap, armor organiknya berselaput membran transparan yang memantulkan cahaya dengan cara yang tidak natural. Lengan panjangnya bergerak dengan sudut-sudut yang mustahil, sendi-sendi melengkung di luar geometri normal yang dikenal Drifter.

Permukaan kulitnya berkedip antara logam dan daging, berkilat seperti obsidian basah. Kepala berbentuk segitiga tajam itu tidak memiliki mata, hanya lubang hitam yang berdetak dengan ritme yang membuat perut Drifter mual. Cahaya redup bergetar di sekitarnya, membentuk siluet transparan yang bergerak dengan cara yang menentang hukum fisika.

"Itu... tidak normal," bisikan Vina nyaris tenggelam dalam gemerisik angin yang mulai berputar.

Drifter merasakan ketegangan dari Jaden yang menggenggam Nacht Zweihander-nya semakin erat. Api biru yang membungkus pedangnya berkedip-kedip, seolah merespons ancaman yang mengambang di udara.

"Apaan tuh?!" teriakan Jaden memecah ketegangan saat makhluk transparan itu tiba-tiba muncul di belakangnya, cakar-cakar tajam nyaris mengenai punggungnya.

"Seperti berpindah dimensi.... Hati-hati," Drifter menganalisis dengan dingin, matanya tidak pernah lepas dari pergerakan makhluk itu. Ia melirik sekilas ke arah Vina, menyadari bahwa sihir perempuan itu mungkin satu-satunya kesempatan mereka untuk melumpuhkan anomali ini.

Makhluk Cataclysmaris itu berkedip lagi, bergerak dengan ritme yang tak beraturan, mustahil diprediksi. Setiap perpindahannya merobek struktur ruang dan waktu, meninggalkan jejak cahaya redup yang bergetar seperti aurora yang sekarat.

Dengan gerakan mendadak yang membuat jantung Drifter seakan berhenti, makhluk itu meluncur langsung ke arahnya.

"Sial... ia berpindah terlalu cepat," Drifter menggeram, tangannya sudah bersiap dengan Exaltare yang berkilau menuntut darah.

"Tunggu, biar ku tahan," Jaden melangkah maju memotong jalur makhluk itu, tekadnya bulat seperti api di pedangnya yang membesar, menggerakkan udara dengan panasnya yang membara.

"Berhati-hatilah, Jaden. Jangan berlebihan," Drifter memperingatkan dengan suara lembut namun penuh ancaman. Ia tahu betul bagaimana sahabatnya itu bisa terlalu bersemangat dalam pertempuran.

"Serenity's Glow," Vina mengangkat tongkatnya dengan gerakan anggun yang mematikan.

Perisai emas cemerlang membungkus tubuh Jaden, berkilau seperti cairan logam yang hidup di bawah langit kelam. Drifter mengamati bagaimana cahayanya bergetar, membentuk lapisan pelindung yang hampir menyilaukan.

"Hati-hati ya bang," bisik Vina, kekhawatiran terselip dalam suaranya yang biasanya tenang.

Jaden mengangguk singkat, api di greatsword Nacht Zweihander-nya membesar dengan dahsyat, menjilat-jilat udara dengan nafsu membara. Drifter bisa merasakan panas yang terpancar dari setiap hembusan napas Jaden, menciptakan percikan-percikan api biru yang berputar-putar di sekitar pedangnya seperti kunang-kunang mematikan.

Cataclysmaris berkedip kembali ke dalam pandangan, gerakan dimensionalnya begitu cepat hingga meninggalkan jejak cahaya redup yang bergetar seperti kabut yang terkoyak. Drifter melihat bagaimana makhluk transparan itu menyerang Jaden dengan cakar-cakar tajam yang nyaris tak terlihat.

"Sini!" teriak Jaden, menantang makhluk itu dengan rahang mengeras.

Cakar-cakar transparan menghantam perisai Serenity's Glow, menciptakan gelombang cahaya emas yang berkilauan seperti riak air di danau yang tenang. Drifter melihat perisai itu bergetar namun tetap utuh, sementara Jaden menggertakkan giginya, mendorong api pedangnya semakin membesar.

"Tahan di sana bang. Aku sedang mengikatnya!" seru Vina.

Sigil-sigil emas mulai berputar di udara, membentuk jaring cahaya yang kompleks. Drifter mengamati bagaimana kisi-kisi energi berputar semakin cepat, mengunci Cataclysmaris di tempatnya seperti serangga dalam jaring laba-laba cahaya. Busur energi biru dan emas mengunci makhluk itu, menghentikan kemampuan dimensionalnya.

"Sekarang," Drifter memberi perintah dengan suara dingin yang menyimpan kematian.

Cahaya safir meledak dari tubuhnya saat ia menghilang dan muncul di belakang makhluk yang terikat. Exaltare bersinar di tangannya, pedang berkilauan dengan energi mematikan yang membuat udara bergetar.

"Azure Tempest!"

Cahaya Exaltare membelah udara seperti gunting raksasa yang memotong kain realitas. Pedang-pedang biru bercahaya melingkar di sekeliling Drifter, menari dengan irama mematikan yang hanya ia pahami. Setiap ayunan menciptakan garis biru transparan yang membeku di udara seperti petir yang tertangkap dalam gerak lambat.

Cataclysmaris merasakan getaran pertama di tubuhnya. Drifter melihat retakan tipis seperti garis rambut muncul di armor-nya, merambat perlahan seperti es yang merekah. Dentingan logam memenuhi ruang, gemetar halus yang menggema sampai ke dalam tulang. Setiap dentingan logam mengukir takdir yang tak terelakkan saat armor mulai terbelah, serpihan demi serpihan.

"Mantap! Mampus kau sekarang!" teriak Jaden, menyerbu maju dengan semangat berkobar.

Greatsword Nacht Zweihander berapi memotong ke bawah dalam busur mematikan, api biru membakar tubuh makhluk yang mulai terurai. Drifter melihat bagaimana Vina menembakkan sinar energi cemerlang dari tongkatnya, menembus tubuh yang hancur seperti tombak cahaya.

Sigil-sigil bercahaya pecah seperti kaca yang dihantam palu, energi tersebar ke udara dalam serpihan-serpihan cahaya yang menari. Medan pertempuran membisu untuk sesaat, seolah menahan napas.

Drifter berlutut di antara abu dan sisa cahaya yang berserakan, jari-jarinya menyapu debu hangus dan menemukan sebuah Black Cube yang dingin. Benda hitam itu berdetak samar dalam genggamannya, memancarkan cahaya merah dari ukiran yang berputar seperti nadi yang masih hidup.

Suara rendah menggema di udara yang tiba-tiba terasa berat. Petir biru menyambar di seluruh medan perang, menciptakan bayangan-bayangan menari yang mengerikan. Tanah bergetar di bawah kaki Drifter, membawa ancaman yang tak terlihat.

"Drifter! Awas!" teriakan Jaden memecah udara dengan nada ketakutan yang jarang terdengar dari mulutnya.

Udara terbelah dengan cahaya biru yang menyilaukan mata. Drifter melihat sosok itu muncul dari dalam cahaya - sebuah badai yang mengambil bentuk. Sosoknya yang tinggi berkilauan dengan arus energi yang menyambar-nyambar, siluet semi-transparan yang berputar dengan kekuatan kacau yang tak terkendali.

Armor prismatiknya berdenyut dengan cahaya biru, terukir dengan sigil-sigil bercahaya yang berdetak seiring dengan irama yang tak terlihat. Drifter mengamati bagaimana setiap gerakan makhluk itu meninggalkan jejak-jejak cahaya yang melayang di belakangnya, seperti petir yang terjebak dalam angin puyuh.

Helm seperti tudung menyatu dengan armor-nya, bergelombang dengan energi statis yang membuat rambut di tengkuk Drifter berdiri. Di tempat yang seharusnya menjadi wajah, hanya ada kekosongan yang dipenuhi bintang-bintang, dengan dua mata biru yang bercahaya dingin dan tajam seperti bintang yang sekarat.

Jubah energi mengalir dari tubuhnya, bergeser di antara awan badai dan kabut transparan, listrik menyambar-nyambar di ujung-ujungnya seperti ular cahaya yang marah. Drifter melihat puluhan perisai heksagonal berputar di udara di sekeliling makhluk itu, inti kristalnya bersinar redup, dihubungkan dengan busur-busur petir yang menyala seperti jaring-jaring kekacauan yang terkendali.

Di genggamannya, makhluk itu memegang senjata besar dari petir kehampaan - pedang semi-transparan yang menyambar dengan energi tak stabil, ujung-ujungnya bercahaya dengan niat penghancuran yang murni. Udara di sekitarnya melengkung dan bergetar, seolah-olah realitas itu sendiri membungkuk untuk menyambut kehadirannya yang mencekam.

Black Cube dalam genggaman Drifter mulai terasa panas, hampir membakar. Bisikan-bisikan merayap ke dalam pikirannya seperti asap beracun.

"Bantu... kami..."

Rasa sakit menyambar dada Drifter seperti ribuan jarum es. Ia terhuyung, berusaha mempertahankan keseimbangan saat dunia berputar di sekelilingnya.

"Keluar... Pergi...!"

Jeritan itu mentah dan mendesak, namun suara itu tidak menyerah. Ia mengencang di sekitar Drifter, melilit seperti ular yang membelit mangsanya. Pandangannya mulai kabur, dingin meresap ke dalam pembuluh darahnya seperti racun yang mematikan. Lengannya mati rasa saat denyutan Cube itu menggali lebih dalam ke dalam jiwanya.

"Drifter?" suara Vina terdengar jauh, seperti panggilan dari dasar sumur yang dalam.

Drifter membuka mulut untuk menjawab, namun tidak ada suara yang keluar. Ia tenggelam dalam bisikan-bisikan asing yang tak berujung, mencekik setiap napasnya seperti tali yang mengerat.

Jaden bergerak maju dengan sigap, menempatkan dirinya di antara Drifter dan Makhluk Petir. Greatsword-nya menyala dengan api biru yang berkobar marah.

"Drifter! Buang aja itu!" teriak Jaden, suaranya penuh kekhawatiran yang jarang terlihat.

Cube itu berdenyut semakin keras dalam genggaman Drifter, urat-urat cahaya merah merayap di sepanjang tangannya seperti pembuluh darah yang menyala. Jari-jarinya berkedut melawan kehendaknya sendiri - mereka bukan lagi miliknya.

Makhluk Petir itu melangkah maju dengan keanggunan yang mengerikan, pelindung-pelindungnya menyambar dengan arus listrik biru yang memekakkan telinga. Setiap langkahnya meninggalkan jejak energi samar yang mendistorsi udara, mata dinginnya terkunci pada Cube seolah benda itu adalah satu-satunya hal yang ada di dunia.

Pedang Jaden turun dengan teriakan api yang membelah udara, menghantam perisai bercahaya yang meledak keluar. Gelombang kejut membuatnya terhuyung mundur, giginya bergemelutuk melawan dampak yang hampir meremukkan tulang.

Secepat kilat, senjata Makhluk itu terbelah menjadi dua pedang petir yang menyambar-nyambar. Ia bergerak lebih cepat dari yang bisa ditangkap mata manusia - ada, lalu menghilang - meninggalkan jejak-jejak cahaya biru yang mengiris medan pertempuran seperti luka menganga.

"Gak mungkin-" suara Jaden tertahan, penuh ketidakpercayaan.

Kilatan petir lain menyambar udara, memaksa Jaden melompat menghindar. Api pedangnya berjuang untuk mengejar kecepatan Makhluk yang seolah menari di antara detik-detik waktu.

Di sampingnya, Vina mengangkat tongkatnya dengan gerakan putus asa, menenun mantra perlindungan yang berkilau seperti jaring emas di udara yang tegang.

"Terus bergerak! Dia membaca gerak-gerik kita!" teriak Vina memperingatkan.

Pedang kembar petir itu berkedip lagi dalam gerakan yang mustahil diikuti mata, menyayat melalui perisai Vina seperti kertas. Desahan tajam keluar dari bibirnya saat ia terhuyung mundur, dengan cepat membangun kembali mantranya yang tercabik.

Sementara itu, napas Drifter semakin pendek dan dangkal, seperti ada tangan tak terlihat yang mencengkeram paru-parunya. Suaranya gemetar saat ia berjuang untuk menjauhkan Cube dari genggamannya yang tak lagi dia kendalikan.

"Jangan..."

Tanah berguncang di bawah kakinya, gemetar yang mencekam merambat dari kedalaman bumi seperti detak jantung monster purba. Energi gelap berputar di sekeliling Drifter, membentuk pusaran yang menghisap segala cahaya. Realitas terbelah di hadapannya, garis-garis hitam memecah ruang angkasa seperti kaca retak yang menjalar.

Drifter merasakan tarikan itu sampai ke sum-sum tulangnya, setiap inci tubuhnya bergetar melawan kehendaknya sendiri. Matanya melebar saat ketakutan merayap dari ujung jari hingga tulang punggungnya seperti es yang membeku.

"Tidak! Lepaskan aku!" teriakannya pecah di antara desisan angin hitam yang semakin kencang.

Cube menempel di tangan Drifter seperti parasit kegelapan, benda misterius yang kini terasa seperti belenggu yang membakar kulitnya. Tarikan energi semakin kuat, bisikan gelap menghantam pikirannya bagaikan ombak tak berkesudahan yang mengikis kesadarannya.

"Drifter, Tahan!" raungan Jaden penuh amarah tercekat di udara yang kini tebal dengan statis pekat.

Makhluk Petir meleset dengan kecepatan cahaya, mengabaikan Vina dan Jaden seolah mereka tak lebih dari serangga pengganggu. Mata birunya yang dingin terkunci pada Black Cube, intensitas tatapannya hampir terasa fisik. Ia hampir mencapai tangan Drifter, namun tubuh Drifter sudah diselimuti kegelapan total yang berputar seperti tornado kegelapan.

Drifter merasakan tubuhnya bergetar hebat, seakan dirobek dari dalam oleh kekuatan yang tak terbayangkan. Makhluk Petir terhenti di hadapannya, energinya yang menyilaukan tertelan oleh kegelapan yang semakin pekat.

Kegelapan membanjiri setiap sudut kesadaran Drifter, bisikan-bisikan asing menghancurkan setiap benteng pertahanan pikirannya. Pandangan terakhirnya menangkap sosok Makhluk Petir yang mematung - antara menyerah atau bersiap menyerang. Jaden membeku beberapa meter darinya, mata cokelatnya membelalak penuh horor. Vina berdiri dengan tangan terangkat putus asa, cahaya sihirnya yang biasanya cemerlang kini tampak redup dan tak berdaya.

Kemudian-kehampaan total memeluk Drifter, menariknya ke dalam kegelapan yang tak berdasar.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY