/0/23310/coverbig.jpg?v=20d79aacad077bc932ecd9c8de151d9f)
Setelah lima tahun menikah, Kayla tidak pernah menyangka suaminya, Leonel Stanford, seorang miliarder tampan dan ambisius, akan mengajukan cerai begitu saja. Tanpa penjelasan, tanpa alasan yang jelas. Hanya tanda tangan di atas kertas. Saat Kayla mencoba membangun kembali hidupnya, satu per satu rahasia Leonel terungkap. Apakah perpisahan ini benar-benar yang diinginkan Leonel, atau ada sesuatu yang lebih besar di balik perceraian mereka?
Hujan deras mengguyur kota, menciptakan gemuruh yang terdengar samar dari dalam apartemen mewah di lantai tiga puluh lima. Udara di dalam ruangan terasa dingin, tetapi bukan karena AC yang menyala, melainkan karena pria yang berdiri di dekat jendela dengan ekspresi tanpa emosi.
Kayla menatapnya dengan mata yang masih penuh harapan, meskipun di tangannya, selembar dokumen perceraian sudah jelas menunjukkan sebaliknya. Tangannya gemetar saat ia membaca namanya dan nama pria itu di atas kertas.
Leonel Stanford.
Pria yang telah menjadi suaminya selama lima tahun. Pria yang pernah berjanji untuk selalu berada di sisinya.
Tetapi sekarang, dengan wajah dingin dan sikap yang begitu jauh, ia berdiri di sana seakan-akan Kayla hanyalah seseorang yang tidak pernah berarti dalam hidupnya.
"Kenapa?" suara Kayla pecah di udara yang hening.
Leonel tetap tidak menjawab. Mata hitamnya menatap keluar jendela, menatap kelap-kelip lampu kota seolah-olah tidak ada yang lebih penting dari pemandangan itu.
"Leonel," panggil Kayla lagi, kali ini lebih putus asa. "Setidaknya beri aku alasan! Kenapa tiba-tiba kau ingin bercerai?"
Akhirnya, pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Kayla. Tatapan itu kosong. Dingin. Tidak berperasaan.
"Tidak ada alasan," jawabnya, suaranya dalam dan tenang, tetapi begitu menusuk.
Kayla tertawa kecil, getir. Matanya berkaca-kaca. "Tidak ada alasan? Lima tahun pernikahan, dan kau bahkan tidak bisa memberiku satu alasan pun?"
Leonel menghela napas pelan. "Aku hanya ingin berpisah. Itu saja."
Itu saja?
Kayla merasa dadanya sesak. Selama lima tahun terakhir, mereka tidak pernah bertengkar besar. Tidak pernah ada tanda-tanda bahwa pernikahan mereka berada di ujung kehancuran.
Memang, Leonel selalu sibuk. Bisnisnya terus berkembang pesat, membuatnya semakin jarang di rumah. Tetapi Kayla tidak pernah mengeluh. Ia selalu berusaha mengerti, selalu mencoba memahami bahwa suaminya bekerja keras demi masa depan mereka.
Namun, kini pria itu berdiri di hadapannya dan dengan begitu mudahnya berkata, Aku hanya ingin berpisah.
Tidak adakah sedikit pun perasaan di hatinya?
Kayla mengepalkan tangannya. "Apakah ada wanita lain?" tanyanya lirih.
Leonel terdiam.
Sejenak, Kayla bisa melihat sesuatu dalam ekspresinya-keraguan? Sesal?
Namun, dalam hitungan detik, wajah itu kembali tanpa emosi.
"Bukan urusanmu," jawabnya singkat.
Jawaban itu lebih menyakitkan daripada yang bisa dibayangkan Kayla.
Bukan urusannya? Bukankah dia adalah istrinya?
Air mata yang berusaha ia tahan akhirnya jatuh. "Kau benar," katanya, suaranya terdengar patah. "Kalau itu maumu, aku akan menandatangani dokumen ini."
Ia mengambil pena yang ada di atas meja dan, dengan tangan gemetar, menorehkan tanda tangannya di bawah milik Leonel. Saat tinta mengering, saat namanya tertulis di sana, ia tahu semuanya telah berakhir.
Tidak ada lagi Kayla Stanford.
Hanya Kayla.
Setelah lima tahun, ia kembali menjadi dirinya sendiri-sendiri.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Leonel melangkah ke arah pintu. Ia meraih jasnya yang tergantung di dekat sofa, lalu berhenti sejenak sebelum benar-benar keluar.
"Mulai besok, aku akan mengurus proses perceraian ini secepat mungkin," katanya tanpa menoleh. "Pengacara akan menghubungimu untuk penyelesaian aset."
Kayla tidak menjawab. Ia hanya berdiri di sana, menatap punggung pria itu dengan air mata yang terus mengalir.
Kemudian, pintu tertutup.
Suara langkah kaki Leonel semakin menjauh.
Kayla menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak tangis yang ingin pecah.
Kenapa rasanya seperti dia mengambil seluruh hidupku bersamanya?
---
Di luar apartemen, Leonel berjalan menuju mobilnya dengan langkah tegap. Wajahnya masih datar, tanpa ekspresi.
Namun, begitu ia masuk ke dalam mobil, ia menutup mata dan menghela napas panjang.
Di tangannya, ada setangkai mawar putih yang sudah hancur.
Ia menggenggamnya begitu erat hingga duri-durinya melukai telapak tangannya, meninggalkan jejak darah yang menetes ke dasbor.
"Maafkan aku, Kayla."
Namun, kata-kata itu hanya bergema di dalam kepalanya, tak pernah keluar dari bibirnya.
Ia menyalakan mesin mobil dan melaju pergi, meninggalkan semua yang seharusnya tidak ia tinggalkan.
Aileen mengira pernikahannya dengan Arka adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Suaminya yang kumal, sederhana, dan tidak memiliki masa depan membuatnya merasa terjebak dalam kehidupan yang membosankan. Didorong oleh hinaan ibunya dan godaan teman-temannya, Aileen memilih untuk menceraikan Arka demi mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, dunia seakan runtuh ketika ia mengetahui kebenaran yang mengejutkan-Arka bukan pria miskin seperti yang ia kira. Ia adalah seorang miliarder yang selama ini menyembunyikan identitasnya.
Lima tahun lalu, Liana menghabiskan satu malam dengan seorang pria misterius yang kemudian menghilang tanpa jejak. Ia tidak pernah tahu siapa pria itu-sampai hari pertamanya bekerja sebagai sekretaris di Alvaro Corp. Di balik meja CEO, berdiri Ethan Alvaro. Pria yang sama. Ayah dari anaknya. Namun, Ethan tidak mengenalinya. Baginya, Liana hanyalah pegawai baru yang bisa dipecat kapan saja. Tapi saat rahasia yang selama ini Liana sembunyikan mulai terungkap, pria itu semakin sering muncul di hidupnya-dengan tatapan penuh kecurigaan. Liana berusaha menjauh, tetapi Ethan tidak membiarkannya. "Apa yang kau sembunyikan dariku?" Ketika kebenaran akhirnya terungkap, akankah Ethan menerima kenyataan bahwa ia telah menjadi ayah? Ataukah ia akan merebut Noel dari Liana?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.