"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
"Panji, ini perjanjian perceraiannya. Aku sudah menandatanganinya. Tolong bantu aku untuk memberikan ini pada Kusuma."
Bukan hal yang mudah bagi Dewi Nayaka untuk mengumpulkan keberaniannya dan menyerahkan perjanjian perceraian yang telah dia tandatangani kepada Panji, pelayan dari keluarga Hadi.
Panji nampak terkejut saat mendengar kata-kata "perjanjian perceraian". Pikiran pertama yang terlintas di benaknya adalah Dewi ingin bercerai untuk mendapatkan harta milik Kusuma Hadi.
Tetapi ketika dia mengecek dan membaca dokumen yang diserahkan padanya itu, dia melihat bahwa Dewi ingin menyerahkan segalanya, termasuk bagiannya atas kepemilikan properti bersama.
Panji menghela napas berat. "Dewi, kenapa kamu bertingkah konyol seperti ini? Kenapa kamu ingin menceraikan Tuan Hadi dan bahkan memilih untuk menyerahkan kepemilikan propertimu?"
Dewi sekarang hanyalah seorang mahasiswa biasa, dan dia tidak memiliki orang tua. Tidak bijaksana baginya untuk meminta bercerai sekarang, apalagi menyerahkan harta miliknya yang bernilai cukup tinggi.
Karena malu, Dewi membuang muka dan menggaruk bagian belakang kepalanya. "Aku sudah menikahi Kusuma selama tiga tahun, tetapi pernikahan kami hanya ada di atas kertas. Aku tidak ingin membuang waktuku untuknya lagi," alih-alih menyembunyikannya dari Panji, dia memilih untuk mengakui apa alasan dirinya untuk membuat keputusan seperti ini.
Dia memiliki kehidupannya sendiri. Dia tidak ingin pernikahan yang hanya tertulis di atas kertas ini merenggut masa mudanya.
Di matanya, Kusuma hanyalah orang asing yang belum pernah dia temui secara langsung, jadi dia tidak akan mengalami kerugian apapun jika membiarkannya pergi. Selain itu, pernikahan ini adalah suatu hal yang diatur oleh mendiang orang tuanya. Dia sama sekali tidak punya perasaan untuk tetap mempertahankan pernikahan ini.
"Aku mengerti. Tampaknya keputusanmu sudah bulat. Hari ini... Tidak. Aku akan memberikan surat perceraian ini pada Tuan Hadi besok."
Dewi akhirnya bisa menghela napas lega. "Terima kasih, Panji," ucapnya dengan senyum manis di wajahnya.
Panji berdiri untuk pergi dari sana. Tetapi sebelum dia mengambil langkah, dia menoleh ke Dewi dan berkata, "Dewi, Tuan Hadi adalah seorang pria yang baik. Menurutku, kalian berdua adalah pasangan yang sangat cocok. Aku harap kamu akan berpikir dua kali."
'Pasangan yang sangat cocok?' Dewi mengulangi perkataan Panji di dalam pikirannya. Tapi dalam tiga tahun terakhir, dia bahkan belum pernah melihat suaminya. Bahkan jika mereka adalah pasangan yang sangat cocok, lalu memangnya kenapa?
Sebuah senyum pahit terbentuk di bibirnya. Dewi menarik napas dalam-dalam dan dengan tegas menjawab, "Panji, keputusanku sudah bulat."
Keesokan harinya di waktu sore, Panji masih belum menerima panggilan telepon dari Dewi. Dia mengharapkan Dewi untuk menyesali keputusannya yang terlalu terburu-buru untuk bercerai atau setidaknya menambahkan beberapa persyaratan untuk melakukan perceraian pada perjanjian cerai-nya. Namun, telepon yang dinantikan oleh Panji itu tidak datang juga.
Menyerah, Panji mengeluarkan ponselnya dan memanggil sebuah nomor. Begitu dia terhubung dengan Kusuma, dia berkata, "Tuan Hadi, ada dokumen yang perlu tanda tangan Anda."
"Dokumen apa itu?" Kusuma bertanya dengan nada cuek.
Panji merasa ragu-ragu sejenak sebelum menjawab, "Ini... adalah perjanjian perceraian."
Kusuma, yang sedang sibuk mengurus beberapa dokumen di kantornya, membeku.
Baru pada saat itulah dia ingat bahwa dia punya seorang istri.
Karena Panji tidak menerima tanggapan dari ujung telepon yang lain, dia menyarankan, "Tuan Hadi, mengapa Anda tidak berbicara dengan Nyonya Hadi terlebih dahulu tentang ini?"
"Berapa banyak uang yang dia inginkan?" Kusuma bertanya dengan dingin.
"Dia tidak meminta uang. Dia bahkan ingin menyerahkan kepemilikannya atas properti Anda."
"Dia ingin menyerahkan semuanya?"
"Benar. Tapi Tuan Hadi, saya ingin mengingatkan pada Anda bahwa ayah Anda tidak dalam keadaan yang sehat sekarang. Jika beliau tahu tentang ini, saya merasa cemas beliau akan kehilangan kesabarannya lagi. Apalagi jika ada berita yang menyebar mengenai Anda telah dicampakkan oleh istri Anda, saya khawatir itu akan meninggalkan dampak buruk bagi Anda dan juga pada perusahaan," pungkas Panji dengan tenang.
"Baiklah. Letakkan perjanjian itu di kantorku. Dua hari lagi, aku akan kembali ke Kota Yoya."
"Baik, Tuan Hadi." Panji tidak berani mengatakan apa-apa lagi.
Lagi pula, begitu Kusuma mengambil keputusan, tidak ada yang bisa mengubah keputusannya.
Di Bar Malam Biru di Kota Yoya.
Saat malam tiba, semakin banyak anak muda yang berjalan memasuki bar itu.
Biasanya Dewi memilih untuk mengenakan pakaian kasual. Tetapi karena hari ini adalah hari ulang tahunnya, dia memutuskan untuk mengenakan gaun merah muda yang dihiasi dengan renda. Merupakan sesuatu hal yang tidak biasa baginya untuk berpakaian feminin layaknya seorang gadis. Beberapa teman sekelasnya mengeluarkan ponsel mereka masing-masing dan berfoto dengannya.
Saat mereka menikmati pesta, entah dari mana datang seorang pria bertubuh gemuk yang mabuk dan melingkarkan lengannya di pinggang Dewi.
"Hei, gadis cantik. Ayo kita berdua berfoto juga."
Saat pria itu mulai melakukan pelecehan seksual padanya, Dewi menampar wajahnya dengan sekuat tenaga.
Pria mabuk itu dalam sejekap langsung tersadar. Dia menggertakkan gigi karena marah dan berjalan mendekat, berniat memberikan pelajaran pada Dewi.
Untungnya, teman-teman sekelasnya langsung berdiri di depannya untuk melindungi Dewi dari pria itu.
Dewi adalah seorang gadis yang sangat cantik. Ini bukan pertama kalinya dia mengalami pelecehan dari pria menjijikkan seperti ini.
Salah satu teman sekelas Dewi memandang pria yang mabuk itu dari atas ke bawah dan berkomentar dengan penuh rasa jijik, "Bisakah kamu bersikap baik? Sungguh sangat memalukan melihat seorang lelaki tua sepertimu mengganggu seorang gadis muda."
"Lain kali, lihat bagaimana penampilan dirimu sendiri di cermin sebelum pergi meninggalkan rumah. Bagaimana bisa kamu memiliki keberanian untuk mengajak berfoto seorang gadis yang begitu cantik? Dasar orang gila," ejek yang lain.
Pria itu semakin marah karena sekelompok anak muda menghina penampilannya. Dengan marah, dia meletakkan minumannya dan berteriak, "Beraninya kamu?! Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja!"
Begitu pria mabuk itu mengucapkan kata-kata tersebut, dia melambaikan tangannya. Beberapa saat kemudian, sekelompok preman mengepung Dewi dan teman-teman sekelasnya.
Orang-orang yang menghadiri acara ulang tahun Dewi adalah mahasiswa. Mereka takut akan membuat masalah untuk diri mereka sendiri, jadi mereka tidak berani melakukan keributan di luar kampus.
Sementara itu, mata Dewi melebar ngeri saat menyadari bahwa mereka kalah jumlah dengan para preman itu. Jadi, tanpa ragu-ragu, dia berteriak pada teman-temannya, "Lari!"
Teman-teman sekelasnya juga sadar bahwa ini bukan waktu yang tepat bagi mereka untuk berusaha menjadi seorang pahlawan. Tanpa membuang waktu, mereka mengambil tas mereka dan berlari pergi dari tempat itu.
Para preman tentu saja tidak tinggal diam, mereka berusaha mengejar teman-teman Dewi yang berlari ke segala arah.
Sayangnya untuk Dewi, dia tidak bisa berlari kencang karena dia mengenakan gaun dan sepatu hak tinggi. Bahkan sebelum dia bisa mencapai pintu keluar, dirinya terpisah dari teman-temannya.
Karena itu, dia melepas sepatu yang dia kenakan dan berlari dengan kaki telanjang.
Ketika dia berbelok di sebuah tikungan, matanya tiba-tiba melihat sosok yang akrab.
Sementara itu, para preman yang mengejarnya bergerak semakin dekat. Dewi, yang sedikit mabuk, tidak punya waktu untuk memikirkan rencana, jadi dia hanya melemparkan dirinya ke dalam pelukan pria itu dan memeluknya dengan penuh rasa putus asa. "Sayang!" dia mengucapkan kata itu dengan suara paling centil yang bisa dia kerahkan.
"Anda tidak akan pernah mengahargai apa yang Anda miliki sampai Anda kehilangannya!" Inilah yang terjadi pada Satya yang membenci istrinya sepanjang pernikahan mereka. Tamara mencintai Satya dengan sepenuh hati dan memberikan segalanya untuknya. Namun, apa yang dia dapatkan sebagai balasannya? Suaminya memperlakukannya seperti kain yang tidak berguna. Di mata Satya, Tamara adalah wanita yang egois, menjijikkan, dan tidak bermoral. Dia selalu ingin menjauh darinya, jadi dia sangat senang ketika akhirnya menceraikannya. Kebahagiaannya tidak bertahan lama karena dia segera menyadari bahwa dia telah melepaskan sebuah permata yang tak ternilai harganya. Namun, Tamara telah berhasil membalik halaman saat itu. "Sayang, aku tahu aku memang brengsek, tapi aku sudah belajar dari kesalahan. Tolong beri aku kesempatan lagi," pinta Satya dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha! Lucu sekali, Satya. Bukankah kamu selalu menganggapku menjijikkan? Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?" Tamara mencibir. "Aku salah, sayang. Tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan menyerah sampai kamu setuju."Dengan marah, Tamara berteriak, "Menyingkirlah dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
[Cerita Dewasa 21+] Sebagai gadis tunarungu, Kirana kesulitan mendapatkan jodoh. Itulah alasan Narto, ayahnya, menjodohkannya dengan Farhan, seorang duda berumur empat puluh tahun, yang perkawinannya gagal karena dikhianati mantan istrinya. Karena rasa balas budi dan pada dasarnya juga tertarik dengan Kirana, Farhan menerima tawaran Narto dengan beberapa syarat. Syarat itu pula yang membuat Narto dan Surti, istrinya, harus mengikuti kemauan Farhan meski itu di luar batas kewajaran. Kirana harus menjalani kehidupan berumah tangga sebagai abdi bagi suaminya. Dia harus menghadapi perilaku Farhan yang tak cukup hanya bercinta dengannya seorang. Farhan masih kerap bercinta dengan anak angkatnya, Gayatri, bahkan dengan Surti, ibu kandung Kirana. Dengan kebesaran hati dan kebijaksanaannya yang seolah tanpa batas, Kirana bertahan dan berusaha membuat kehidupannya bersama suaminya menjadi lebih baik. Akankah Kirana mendapatkan kebahagiaan? Sanggupkah dia menjadi abdi bagi suaminya?
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
Tiga tahun yang lalu, Erina melahirkan bayi kembar tiga. Namun hanya satu yang selamat - itulah yang diberitahukan kepadanya. Untuk mewarisi harta warisan ibunya, Erina terpaksa menikah dengan seorang programmer komputer yang miskin namun tampan. Setelah menikah dengan pria misterius ini, ia mulai curiga .... Selama tiga tahun tersebut, dia tidak pernah berhubungan seks dengan pria lain, tetapi dia hamil.... Dia juga menemukan bahwa dia memiliki anak lain yang masih hidup .... Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa suaminya yang "miskin" terlihat seperti konglomerat yang dia lihat di TV?