Dewi terkejut karena dia tidak mengharapkan Kusuma untuk membantunya, tetapi ketika dia menatap pria itu, matanya bertemu dengan sepasang matanya yang dingin dan cuek.
Jantungnya merespons dengan berdetak kencang dan dengan cepat dia memalingkan wajah untuk mengalihkan pandangannya.
Namun, setelah dia memalingkan wajahnya, dia segera menyadari bahwa tidak perlu melakukan itu.
Lagi pula, dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Kenapa dia harus merasa seolah-olah dirinya-lah yang bersalah?
Ketika Kusuma melihat reaksi malu-malu Dewi, dia mencibir dalam hatinya, 'Apakah dia merasa bersalah sekarang?'
"Edi, apa lagi yang kamu tunggu? Ambil rekaman itu dan periksalah." Kusuma melirik Edi dengan tatapan dingin, mengerutkan alisnya.
Edi yang hanya menjadi penonton pada saat itu, kembali tersadar dan berjalan mendekati Dewi. "Nona Nayaka..."
Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, Dewi dengan santai menyerahkan ponselnya.
Saat Kusuma memerintahkan Edi untuk memeriksa rekaman itu, wajah Tengku menjadi pucat karena ketakutan. Dirinya berkeringat dingin, tetapi tidak berani mengatakan apa-apa.
Laporan dari Edi datang dalam waktu kurang dari lima menit.
"Tuan Hadi, tidak ada sesuatu yang mencurigakan dengan rekamannya. Tidak ada jejak bahwa rekaman itu sudah di manipulasi," ucap Edi dengan hormat.
Namun, yang sangat mengejutkannya, Kusuma justru memandangnya seolah-olah dia telah mengatakan sesuatu yang salah.
Edi telah bekerja untuk Kusuma selama bertahun-tahun sekarang. Bagaimana mungkin dia tidak tahu apa maksud dari ucapan bosnya? Dia menelan ludah dengan perasaan gugup dan menambahkan, "Tuan Hadi, direktur departemen teknologi sedang memeriksa rekaman itu secara langsung. Saya akan bertanya padanya..."
"Sudah cukup," sela Kusuma dengan suara blak-blakan.
Meskipun terkadang Edi bisa malas, dia tahu bahwa Edi tidak akan berani berbohong kepadanya tentang tugas yang begitu penting.
Sepintas Kusuma melirik ke arah Dewi saat dia memberi isyarat kepada Edi dengan tangannya untuk mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.
Sementara itu, Burhan berpikir bahwa dia akan dapat membalikkan keadaan ketika dia mendengar pernyataan yang terdengar begitu sungguh-sungguh dari Tengku dan Galila tadi, tetapi dia tidak tahu bahwa keadaan akan berubah menjadi lebih buruk. Sambil menggertakkan giginya karena marah, dia menendang putranya lagi dan meminta maaf kepada Kusuma.
"Tuan Hadi, maafkan saya. Sepertinya anak saya ini sudah lupa bagaimana harus bersikap. Ini semua merupakan salah saya. Saya akan memastikan bahwa hal seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi. Saya akan meminta seseorang di kantor administrasi untuk membatalkan penalti yang diterima oleh Dewi sekarang!"
Tengku meringis kesakitan, tapi dia tidak mencoba membela diri lagi. Dia sudah sepenuhnya kehilangan harga diri dan merasa malu.
Memberikan lirikan dingin ke arah Burhan, Kusuma berkata, "Bukan kamu yang harus meminta maaf."
Setelah mengatakan itu, dia berbalik untuk melihat Tengku, yang sedang duduk di tanah, masih meringis kesakitan.
"Benar, Anda benar!" Burhan menendang putranya lagi dan mendesak, "Meminta maaflah pada Dewi sekarang!"
Meskipun Tengku tidak tahu siapa Kusuma, dia bisa tahu dari tatapan ayahnya yang penuh dengan rasa patuh bahwa Kusuma pastilah orang yang sangat penting. Karena itu, dia tidak punya pilihan selain berdiri dan meminta maaf kepada Dewi. "Maafkan aku, Dewi."
Dewi tentu saja dapat menyadari permintaan maaf itu tidak tulus hanya dengan melihat ekspresi Tengku, jadi dia menanggapi dengan tatapan datar.
"Apakah menurutmu permintaan maafmu yang begitu sederhana akan mengakhiri masalah ini?" Kirani memutar matanya ke atas saat dia bergumam pada dirinya sendiri, tetapi dia dengan sengaja membuat suaranya cukup keras untuk bisa didengar oleh semua orang.
Suara terkesiap dari para mahasiswa bergema keras di sana.
"Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan kejahatannya. Dilihat dari apa yang telah dia lakukan, permintaan maaf secara lisan tampaknya terlalu ringan."
"Ya, jika mahasiswa lain yang berada dalam posisinya sekarang, dia pasti akan dikeluarkan dari sekolah."
"Ck ck ck, dia punya latar belakang yang kuat. Bagaimana kita bisa membandingkan diri kita dengannya?"
Wajah Burhan kini berubah menjadi pucat pasi ketika dia mendengar apa yang dikatakan para mahasiswa. Dalam upaya untuk membendung gelombang kemarahan orang banyak, dia menggertakkan gigi dan berkata, "Tentu saja, permintaan maaf yang sederhana tidak cukup untuk menyelesaikan masalah ini. Tengku Prayitno akan dikeluarkan dari sekolah dan Galila Mustika akan diberi surat peringatan!"
Tubuh Galila ambruk ke tanah, dia benar-benar tercengang.
Sebuah surat peringatan?
Hukuman ini akan masuk dalam catatan akademisnya, yang tentunya secara permanen menodai masa depannya!
Ketika Tengku mendengar bahwa dia akan dikeluarkan dari sekolah, dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat dengan tidak percaya dan berteriak, "Ayah! Kenapa? Aku tidak benar-benar serius tentang apa yang aku katakan kepada Dewi. Itu hanya kata-kata yang terucap karena aku sedang marah Kamu tidak bisa mengeluarkanku dari sekolah hanya untuk sesuatu yang begitu sepele."
Tinju Burhan bergetar karena marah ketika dia melihat putranya dan berkata, "Sayangnya, setiap tindakan yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi dan kamu harus membayar sendiri untuk apa yang telah kamu lakukan. Aturan itu berlaku untuk semua orang yang ada di kampus ini!"
Kemudian, dia memberi isyarat kepada Paulus untuk membawa mereka pergi dari sini.
Tengku tidak berani membuat keributan di depan Kusuma, tetapi sebelum dia pergi, dia memelototi Dewi dengan mata penuh kebencian dan dendam.
Galila berjalan mengikutinya, menggertakkan giginya sebelum melemparkan pandangan marah ke arah Dewi.