Mengenakan setelan jas yang dibuat dengan rapi, sosok Kusuma terlihat sangat tinggi dan kuat. Berdiri di sana berdampingan dengan Lutfi, dia memancarkan aura yang begitu dominan.
Meskipun dia sudah menyelamatkannya, perasaan kesal melintas di mata Dewi. Orang terakhir yang ingin dilihatnya sekarang adalah playboy terkutuk bernama Kusuma ini.
Kusuma memandang Lutfi dengan dingin dan berkata dengan suara yang menusuk tulang, "Enyahlah!"
Melihat Kusuma yang melindungi Dewi, Lutfi dengan cepat memahami keadaan dan meminta maaf dengan tergesa-gesa, "Maafkan saya, Tuan Hadi. Saya tidak tahu dia adalah wanitamu. Saya tidak akan melakukannya lagi!"
Kemudian dia berlari kabur penuh dengan rasa takut dari sana.
Para penonton yang ada di dekat situ tidak berani berhenti dan menatap. Mereka segera mengalihkan pandangan mereka dan pergi untuk mengobrol dengan tamu lain.
"Kurasa, aku harus mengucapkan terima kasih." Dewi menatap Kusuma dengan pandangan tidak suka sebelum berbalik untuk pergi.
Namun, sebelum dia bisa mengambil satu langkah, Kusuma sudah terlebih dahulu meraih pergelangan tangannya dan menariknya kembali untuk menghadapnya.
Kusuma menatapnya, matanya dipenuhi dengan penghinaan. "Yah, aku minta maaf jika aku sudah mengacaukan rencanamu untuk bisa merayu seorang pria. Apakah kamu marah padaku?"
Dewi mengerutkan kening dengan sinis. "'Merayu seorang pria? Apa yang sedang kamu bicarakan?"
Kusuma berteriak, "Kamu berpakaian sangat seksi tetapi kamu tidak berbicara dengan orang lain. Apakah ini caramu untuk merayu pria kaya? Kamu tampaknya lebih licik dari wanita biasa. Sayang sekali kamu tidak terlihat begitu menarik."
Kusuma merendahkannya tanpa henti.
Dewi tidak mau diam saja dan menelan penghinaannya.
Jadi, dia berpakaian begitu seksi?
Selain lengan dan bahunya, tidak ada bagian lain dari tubuhnya yang terlihat dalam gaun ini.
Ingin merayu pria kaya?
Bagaimana bisa?
Semua orang sudah menyaksikan bahwa Lutfi-lah yang mendekatinya terlebih dahulu. Apakah ini juga bagian dari rencananya untuk bisa merayu pria kaya?
"Apakah kamu itu sudah gila?" Dewi bertanya dengan gigi terkatup.
"Apa? Apakah kata-kataku tadi itu tepat sasaran?" Kusuma mencibir dengan agresif.
Tepat ketika Dewi hendak membalas ucapan itu, sebuah suara terdengar dari belakangnya. "Dewi?"
Yang mengejutkannya, itu adalah Kuncara Lukito, rektor kampusnya. "Oh, Tuan Lukito... Selamat malam."
"Aku sudah mendengar tentang apa yang terjadi di sekolah kemarin. Itu semua salahku. Aku benar-benar meminta maaf."
"Eh... Tidak usah dipikirkan! Itu semua hanya sebuah kesalahpahaman, dan semuanya sudah diselesaikan." Merasa malu, Dewi langsung merasa menyesal sudah datang ke pesta terkutuk ini.
"Terima kasih sudah begitu pengertian. Izinkan aku untuk memperkenalkan pacarku kepadamu. Ini Kumala Sondakh. Kumala, ini Dewi Nayaka, seorang mahasiswi di kampusku."
Dewi tersenyum pada Kumala dengan sopan. "Senang bisa bertemu denganmu, Nona Sondakh."
Selama percakapan ini terjadi, ada banyak pertanyaan muncul di benaknya. Dia tidak kenal dekat dengan Kuncara, dan mereka tidak pernah berbicara dengan satu sama lain secara pribadi sebelumnya. Jadi mengapa Kuncara tiba-tiba merepotkan diri untuk menyapanya?
Kumala menjabat tangan Dewi dan berkata dengan suara lembut, "Dewi, aku sudah mendengar banyak tentangmu! Jadi rumor yang aku dengar itu benar. Kamu memang sangat cantik!"
Dewi sedikit tersipu, tersanjung oleh pujian yang diberikan oleh Kumala. Tapi apa yang dia maksud ketika tadi dia mengatakan bahwa dia telah mendengar banyak tentang dirinya?
"Aku harus berterima kasih kepada Kusuma karena meminta departemen terkait untuk menyelesaikan masalah di kampus kemarin. Kalian berdua benar-benar ditakdirkan untuk bertemu," ucap Kuncara sambil tersenyum nakal.
"Aku rasa tidak!"
"Saya rasa tidak!"
Dewi dan Kusuma berseru bersamaan.
Kemudian, mereka bertukar pandang dengan kesal sementara Kumala yang melihat itu, tertawa terbahak-bahak. "Aku punya firasat kalian berdua akan menjadi akrab. Pokoknya, ayo kita pergi, Kuncara. Kita seharusnya tidak mengganggu waktu mereka lebih lama lagi."
Kuncara mengangguk dan pergi bersama Kumala sambil bergandengan tangan.
Dewi menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan amarahnya. Ketika Kuncara dan Kumala akhirnya berada di luar jangkauan pendengaran, dia menoleh ke Kusuma dan mendesis, "Kamu terus muncul entah dari mana. Apa kamu hanya sedang mencoba menarik perhatianku?"
"Tergantung. Apakah aku sudah mendapatkannya sekarang?"
"Ya. Kurasa rencanamu itu berhasil."
Begitu dia selesai berbicara, Dewi tiba-tiba meraih dasi Kusuma dan tersenyum menggoda padanya. Kemudian, berdiri berjinjit untuk mendekati wajah Kusuma.