Di ujung telepon, Edi terdiam sejenak untuk berpikir. "Nyonya Hadi, Anda ada di mana?" Alih-alih menjawab pertanyaan dari Dewi, Edi malah balik bertanya. 'Apa dia benar-benar pergi ke New York?' pikir Edi, menimbulkan kerutan di dahinya.
Sibuk dengan pertanyaan di benaknya, Edi tersadar setelah mendengar jawaban Dewi, "Aku sekarang sedang ada di New York. Aku baru saja turun dari pesawat."
Suara Dewi terdengar bergetar, ia kemudian menambahkan, "Di sini udaranya sangat dingin." Apa yang diutarakan Dewi tidaklah berlebihan, Edi tahu betul itu.
Jika di rumah saat ini cuaca menyambut dengan semilir angin musim gugur yang lembut. Akan tetapi, di New York saat ini cuaca sedang musim dingin, dan mengakibatkan suhu udara turun hingga beberapa derajat di bawah nol. Dewi benar-benar tidak mengetahui perbedaan kondisi itu, hingga saat ia telah tiba di New York.
Edi terkaget dengan mulut ternganga, atas apa yang didengarnya untuk beberapa saat. Ia tidak mengira bahwa Dewi akan senekat itu hingga pergi ke New York demi perceraiannya. "Nyonya Hadi, tolong carilah tempat di mana Anda bisa minum kopi dan menunggu. Sementara, saya akan mengatur mobil untuk mengantarkan Anda." Terlepas dari bagaimana proses perceraian itu berakhir nantinya, selama belum diputuskan, Dewi masih merupakan istri sah Kusuma, dan ia berhak mendapatkan rasa hormat dan pelayanan yang pantas sebagai istri Kusuma. Hal itu sudah sangat jelas bagi Edi, maka ia pun berusaha memberikan pelayanannya sebagaimana ia seharusnya melayani istri Kusuma.
Dewi ingin menolak bantuan darinya, akan tetapi, salju turun begitu lebat di luar, dan ia belum memiliki rencana apa pun yang lebih baik dari yang ditawarkan oleh Edi. Setelah mempertimbangkannya dengan cermat, ia akhirnya berbalik dan memasuki sebuah kedai kopi yang menarik baginya.
Sesuai perkataan Edi padanya, sebuah mobil akhirnya menjemput Dewi dan kemudian mengantarkannya ke alamat rumah sakit di mana kakek Kusuma berada.